Sabtu, 09 Januari 2016

Review: Menantu Untuk Ibu


"Kenapa to nduk harus kuliah lagi, toh sudah sarjana…” Ibu Suci tak kuasa melepas putri kesayangannya itu pergi ketika Suci meminta izinnya untuk menempuh studi jenjang S2 nya di Nanyang Technological University, Singapura. Tetapi Dia dan kakaknya berhasil meyakinkan Ibunya kalau Suci akan menyelesaikan studinya setelah berulang tahun ke 26, belum terlalu terlambat untuk menikah. Lalu berangkatlah Suci dengan sejuta mimpi ke Negeri Singa.


Kerinduannya akan masakan Indonesia membawanya ke sebuah resto Tenggarong yang terletak di stasiun MRT Jurong West. Suci tak sengaja berkenalan dengan seorang Bapak tua berusia 60 tahun, namanya pak Huang. Beliau adalah seorang muslim yang taat. Saat terjatuh membawa setumpuk piring kotor, Suci pun menolongnya. Ternyata Ia ditegur keras oleh pemilik restoran, anak sang bapak tua. Namanya Andrew. Suci geram dengan sikap semena-mena Andrew kepada bapaknya. Dengan sedikit keras Ia memprotes sikap Andrew dan mengingatkan bagaimana beratnya seorang bapak membesarkan anaknya sendirian.
 Sejak itu Suci sering menjenguk bapak tua itu.

Selang waktu bergulir, Ketika ia memfokuskan pikiran dan tenaganya untuk mengerjakan tesis, datanglah seorang pemuda rupawan dari Jogja. Bram, Kakak angkatannya di jurusan Teknik Lingkungan NTU. Dengan setia Bram menemani hari-hari suci menyelesaikan tesisnya. Perasaan cinta pun tumbuh di antara mereka. Pada malam kelulusannya, Bram menyatakan perasaannya dan melamarnya. Menjelang kepulangannya ke Indonesia, Suci berpamitan dengan teman-temannya dan tak lupa, bertemu pak Huang, dan juga—Andrew. Dengan suaranya yang lemah, Pak Huang ingin Suci menjadi menantunya…

Sepulang tanah air, Suci menceritakan soal pinangan Bram. Kedua orang tuanya sangat bahagia. Di malam bahagia itu, kedua orang tuanya menceritakan satu rahasia kehidupan Suci yang tidak diketahuinya. Meski terguncang, Suci berusaha tabah. Suci tahu bahwa Ibunya mengalami goncangan batin semenjak melahirkan dirinya… dengan kata lain, ternyata sudah lama Ibu Suci hilang kesadarannya, alias tidak waras.
Siapakah yang nantinya menjadi menantu bagi Ibu Suci? Yang siap menerima keadaan suci lahir dan batin?

Review

Dalam novel ini pembaca akan disajikan sebuah cerita bernuansa sastrawi, yang membuktikan Eksistensi sang penulis sebagai guru bahasa Indonesia. Dalam suatu bab diselipkan puisi karangan Taufik Ismail—Aku Malu Jadi Orang Indonesia. Satu puisi yang mewakili keadaan bangsa Indonesia di mata dunia—yang ternyata juga dialami Suci ketika Ia hidup di negeri orang. Suci diperlakukan seperti TKW (Tenaga Kerja Wanita) saat berbelanja pada hari minggu. Sejak itu suci pun Suci selalu berbelanja selain hari minggu. (hari minggu adalah hari libur nasional, bahkan untuk TKW yang berprofesi sebagai pembantu di sana)

Perasaan pembaca juga akan diaduk-aduk ketika mengikuti kisah seorang Suci yang cantik, cerdas, baru saja menyelesaikan studi S2 nya di NTU, harus menerima keadaannya sebagai putri kandung orang yang notabene gila—Ibu kandungnya yang hidupnya sudah dirundung nestapa sejak Suci lahir ke dunia ini. Belum lagi ketika tunangannya, Bram, kaget melihat ibu kandung Suci. 

Bagaimana kelanjutan proses pernikahannya kelak? Dan apa kabar dengan satu tokoh lain, Andrew, putra pak Huang yang ke-Chinese-an itu?
Dengan mengikuti alur cerita hingga halaman terakhir, pembaca seolah-olah dibawa keliling Singapura; menikmati fasilitas MRT-nya yang keren abis, membaca buku di pantai Marina bay, makan di resto tenggarong di sebelah stasiun Jurong West, hingga menyelami kehidupan mahasiswa di sana dengan segala lika-likunya.

Jenis buku          : Novel, drama romantis, kehidupan
Penulis               : Faradhina Izdhihary
Penerbit              : Farishma Indonesia
Tebal buku          : 213 halaman
Cetakan pertama : Januari 2014

0 komentar:

Posting Komentar