Jumat, 27 Mei 2016

HUJAN DAN PAYUNG part 2

Akhirnya sampai juga di Kaliwungu. Ketika aku turun dari angkot, astaga, laki-laki itu juga turun! Jangan-jangan... Dia seorang stalker yang sengaja mengikutiku sejak dari Semarang??
Tarik nafas dalam-dalam... Dan lari!
Diantara gerimis dan becek, aku lari menuju rumah nenek yang tak jauh dari alun-alun Kaliwungu.

"Eh, nduk sudah pulang? Ngapain lari ngos-ngos an gitu?" tanya simbah, nenekku.
Aku melirik kanan kiri, depan-belakang. Alhamdulillah tak ada yang mengikuti lariku.
"Mboten napa-napa mbah, ayo masuk rumah, gerimis di luar," ajakku.
"Mbah Ainun meninggal sore ini, mbah mau layat kesana sekarang,"
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun... Sebentar mbah, tunggu in aku mandi nanti tak anter kesana, oke?"
"Ojo suwe-suwe ya nduk??!"

***

Setibanya di rumah duka...
Masih gerimis saja. Semakin menambah sendu suasana duka di rumah keluarga mbah Ainun. Aku masih terdiam di depan rumah. Mengenang masa kecil.

Dulu sekali, saat aku masih seumur balita, aku sering diajak mbah Ainun pergi kemana-mana. Seperti cucu kandung sendiri. Aku tahu beliau dan keluarga nya menyayangiku.
"Eh, mbak nya yang tadi? Bener kan?"
Kok suaranya nggak asing di telinga..
Aku berbalik. "Masnya yang tadi?" aku ketakutan. Jadi, sebenernya dari tadi di rumah nenek sampai sini aku diikutin?? Ini lebih shockable daripada berita mbah Ainun meninggal!

"Kenapa mbak? Ada yang salah?" tanya laki-laki itu kebingungan melihat ekspresi ku yang zonk. OMG, what should I do?

"Nduk Qia, kamu dicari-cari dari tadi kok gak masuk-masuk..." suara nenekku.
"Lho, masnya ini...," lanjut nenekku sambil mengingat-ingat sesuatu, "bukannya jenengan putranya Pak Irham yang baru pulang ya?"
"Iya mbah, betul sekali, saya putranya. Nama saya..."
"Apaa?" saking kagetnya aku lupa menutup mulutku. Jadi dia bukan stalker!
Astaga Qia, kamu udah kebanyakan nonton drama Korea!!!!

Aku malu, mending ngacir aja deh ke dalem rumah!

Rabu, 25 Mei 2016

Yang menyejukkan pandangan

"Kau mempunyai wajah yang menyenangkan, ina..." seseorang memuji Ina setelah kelas mendongeng nya usai. "Enggak ngebosenin melihatmu sepanjang waktu. Aku sering mengikuti kelasmu dan tak terasa aku sudah mengikuti kelasmu hingga selesai...

"Kau juga pandai bercerita, seperti ibumu, yang pandai mendongeng dengan selentingan-selentingan yang cerdas dan lucu," lanjutnya.
"Juga pendengar yang baik. Tahu kapan harus bicara dan kapan harus mendengarkan.
Dan pada satu waktu, ketika aku harus menggambarkan sosokmu dalam satu kalimat saja, kau adalah sesuatu yang menyejukkan pandangan..."

Aku terperanjat mendengar pujian pamungkas ini. Entah ini pujian atau sekedar ujian. Aku tak tahu harus berkata apa. Kau tahu, semua ini adalah ciptaan Tuhan yang dititipkan sementara. Entah akan selalu menyejukkan pandangan atau berubah merusak pandangan, ada ditangan manusia yang dititipi.

Tahukah kau,
Terkadang, pujian adalah bentuk lain dari ujian, bukan?

Pelupa

Ketika kita bisa menciptakan surga kita sendiri,
Kenapa kita harus tersiksa di neraka?
Ah, manusia
Selalu begitu

#Allah tidak pernah membebani suatu kaum di luar kemampuannya

Saat kita bisa bahagia dengan bersyukur
Kenapa kita menambah dosa dengan lupa bersyukur

Lupa
Ah, manusia pelupa...
Maka nikmat-Ku manalagikah yang kau dustakan?

Zero

You should come in the right time
Or else will come

The weather here is so bright
How's there?

And the music on. Saying,
"I'm only one call away
I'll be there to save the day
Superman was nothing on me
I'm only one call away"

Selasa, 17 Mei 2016

Hujan dan Payung

Sore ini aku benar-benar terlambat sampai rumah. Apalagi hari ini tidak membawa motor ke kantor karena harus pakai kebaya. Make up yang sudah seharian ini gak karuan bentuknya. Kerudung juga udah mencong sana-sini. Berakhirlah aku di halte Siliwangi ini. Dan.. Hujan turun. Dengan dramatisnya!
Sempurna sudah hari ini.
Ada satu tempat duduk kosong di sebelah seseorang laki-laki yang sedang serius membaca. Aku menuju nya untuk duduk di sampingnya, sembari menunggu bus BRT datang (bus trans semarang).
Sampai akhirnya bus tiba, penumpang benar-benar membludak di dalam bus. Maklum, jam pulang kerja. Aku memutuskan berdiri di dekat jendela. Spot favoritku. Orang itu, laki-laki yang duduk di sebelahku di halte tadi, juga tidak kebagian jatah tempat duduk. Dia berdiri tepat di seberang pandanganku, di dekat pintu otomatis. Masih serius membaca bukunya. Kali ini dengan jelas aku bisa tahu judul buku yang dibacanya. Novel yang beberapa bulan yang lalu sudah kubaca. Wah, rupanya mas-mas bisa hobi baca novel itu juga ya...
Tak terasa sebentar lagi sudah sampai shelter Terminal Mangkang, perbatasan antara Semarang dan Kendal. Saatnya aku dan banyak penumpang terakhir lainnya turun. Termasuk laki-laki itu. Astaga.. Hujan semakin deras saja. Padahal aku masih harus naik satu angkot lagi untuk sampai ke rumah nenek.
"Mbak, mari!" ujar seseorang membuyarkan pikiranku tentang hujan.
Laki-laki pembaca novel itu.
"Iya, mas. Kenapa?"
"Payungku lebih dari cukup untuk berdua. Biar gak kehujanan sampe angkot," tawarnya.
Meski agak ragu-ragu, aku melangkah juga ke arah payung itu..
"Terima kasih payungnya,"
"Enggak apa-apa, daripada make up mbak luntur, kan. Hehehe," candanya.

Aku tersipu. Mungkin hanya aku di dalam bus yang berkebaya dan berdandan seperti itu. Ejekan yang pas mengena. Hahaha.
"Orang Kendal juga?" tanyanya.
"Ya. Masnya juga?"
"Aku sebenarnya juga orang Kendal, tapi baru saja merantau lagi ke Kendal. Pulang kampung."
Payung menemukan hujan... Ataukah hujan yang menyentuh payung?
Entahlah
Hujan turun semakin deras. Dan dalam persimpangan, dua manusia bertemu.
Part 1. Bersambung 😊

Rabu, 11 Mei 2016

Sebenarnya, Apa Yang Kau Cari?

Dulu sekali. Saat menjejakkan kakiku untuk pertama kalinya di Kota Reog Ponorogo, aku mendapati pertanyaan serupa. Disini, apa yang kau cari?

Aku dahulu akan menjawabnya begini, "Aku akan mencari teman sebanyak banyak nya. Aku akan memiliki teman dari seluruh penjuru Indonesia. Aku akan pastikan menjadi juru bicara bahasa Inggris dan Bahasa Arab handal di tahun pertamaku, aku akan belajar dengan sangat giat. Aku pastikan akan masuk Koordinator Gerakan Pramuka!"

Dulu, aku dengan sangat gamblang akan menjawabnya panjang lebar. Dulu.

Lalu sekarang, apa yang sebenarnya kau cari?

Pertanyaan masa kanak-kanak yang simple, akan terasa berat menjawabnya ketika beranjak dewasa seperti saat ini.

Ca, sebenarnya apa yang kau cari?

Ah, entahlah. Aku sedang mencari entah apa yang kupahami sendiri. Aku hanya akan mencari dalam diam.

Senin, 09 Mei 2016

Bahkan saat aku tahu, aku pura-pura tak tahu...

"Apa kabar?"
Sejam, dua jam, hingga 5 jam... Aku masih tak mengusiknya. membiarkan pesan itu tak terbalas.

Please, woles! Santai saja!

Tapi dalam hati, aku sedang berperang. Aku harus membalasnya? atau sekedar menjawab dengan santai?

"Baik. Pakabar juga?"

Kau tahu, aneh sekali memulai percakapan yang telah terputus lama sekali. Seperti menyambung paksa tali yang telah putus, yah, begitulah.

Aku tahu, bahkan sejak dulu sekali, bahwa dia bukan orang yang kucari. Bahkan saat aku tahu, aku tetap pura-pura tak tahu...