Tampilkan postingan dengan label Journey. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Journey. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 April 2021

Suami: Teman Hidup "Setara" untuk Istri

 Waktu remaja, aku tak pernah membayangkan jika ikatan cinta bernama pernikahan itu butuh restu semesta. Gak bisa dipaksakan (misal dipaksakan, pasti endingnya gak enak). Aku hobi memaksakan kehendak, yang akhirnya sering menyakiti diriku sendiri (wkwkwk sukurin!).

Beruntungnya aku di pertengahan usia 20-an ku, tepatnya di usia 24 tahun 6 bulan empat tahun lalu, aku dipertemukan jodohku. Finally!! 



Saat itu proses move on-ku dari kisah percintaanku yang selalu kusut hampir selesai. Lelaki bermata tajam itu terlihat kikuk di kursinya. Tapi setelah aku tiba-tiba bertanya tentang hal-hal out of the box tentang cerita masa lalu di pesantren dulu, di luar dugaanku dia mulai bercerita panjang lebar, yaang membuat proses perkenalan kami semakin "mulus", seperti masuk jalan tol. Prosesnya yang cepat, lancar dan membahagiakan membuat kami tak merasakan galau pra-nikah. Agak sembrono memang. Tapi, namanya Johan, ya. Ga ada yang tahu. (Johan: Jodoh dari tuHan)

Sejak awal menikah, aku selalu menekankan betapa pentingnya komunikasi yang pro aktif di antara kita. Paling anti kode-kode-an. Selama bisa diomongin, ya ngomonglah yang baik. Apalagi keluarga besar yang tinggal berdekatan, membuat kita berdua harus lebih piawai dalam menjaga hati banyak orang.

Teman Hidup, Setara, tak selalu se-Iya, tapi se-Rasa

Experience is the best teacher. It works for me. Finding a great husband is like building your dream home. You work on it.

3 tahun dan  dua anak: kerja keras dan kerja ikhlas. Makasih ya, sayang, udah jadi suami dan ayah yang baik. I knew you'll make a good husband and father. Meskipun aral melintang, tetep gandeng mesra tanganku, yo, ojo ragu-ragu. Mantep terus pokoke persis kayak waktu kamu lantang meminangku dulu.

Maaf kalo aku sering ngajak debat. Aku cuma mau nemuin your true colour. Kalo ga pake debat, ga keliatan aslinya. Biar kemampuanmu berargumentasi juga meningkat tajam. Ternyata sukses, to. HIHIHI. 

Terimakasih untuk selalu menjadikanku teman setara untuk berdiskusi, bertengkar, merajuk, momong anak, dan dalam banyak hal yang akan kita hadapi di masa depan nanti. Aku tahu di luar sana masih banyak suami yang menyepelekan istrinya sendiri, tanpa tahu manfaat memuliakan istrinya dengan menjadikannya teman SETARA.

Tetep jadi versi terbaik dirimu, ya, My partner in life. XOXO

Jumat, 16 Desember 2016

Sensasi di atas langit

Sejak kecil, aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya naik pesawat terbang? Pasti punya sensasi tersendiri dibandingkan alat transportasi yang lain.
Terbang di antara awan-awan, membelah langit. Di antara bintang-bintang (saat malam). Atau bahkan terguncang-guncang di dalam gumpalan awan?

Ketika sensasi terbang naik pesawat kurasakan.. Oh, beginikah rasanya?

Kita seolah-olah berada di dunia lain. Saat take off tiba, ketika kita harus duduk manis bersabuk pengaman di kursi masing-masing adalah momen mendebarkan, pesawat berguncang... Siap terbang ke angkasa. Saat itulah tiba-tiba di lubuk hati terbersit. Bagaimana jika pesawat ini jatuh? Apakah aku akan baik-baik saja?

Ya, kita menjadi kerdil di hadapan Yang Maha Kuasa saat-saat seperti itu. Apalagi ketinggian membuat telinga kita berdenging, itulah sebabnya ada penutup telinga untuk mengantisipasinya. Saat itu, ketika telinga benar-benar terfokus pada diri kita sendiri... Adalah saat paling mesra antara kita dan diri kita sendiri.

Kita bahkan bisa mendengar dengan jelas suara hati yang jarang kita ungkapkan untuk diri kita sendiri.
Jika ini adalah penerbangan terakhirku... Apakah aku akan menyesali hal-hal yang sudah, atau belum kulakukan?

Kamis, 25 Agustus 2016

Serendipity

Aku suka spontanitas dan segala kebetulan yang sedang terjadi. That's how  life going so far.

Bye-August
And your euphoria still with me

Sabtu, 06 Agustus 2016

Teduh


Kota ini terlalu kering. Panas mataharinya menyengat.
Tak apa, asal hatimu selalu sejuk.
Tapi pagi ini berbeda dari hari-hari sebelumnya. Mentari lembut bersinar. Angin sepoi-sepoi yang sejuk bekas hujan lebat semalam menyentuh kulit dengan lembut. Sejuk rasanya. Teduh.
Sampai jumpa kembali
I will always remember this whole week

Sabtu, 27 Februari 2016

Being Maximal!




I’m not working for money, nor passion, I’m working for contribution. -Anonymous
Khairun-naasi anfa’uhum wa ahsanuhum khuluqan.
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang-orang lainnya (kepentingan banyak orang, jamak) dengan akhlaq yang sebaik-baiknya. ~Arabic proverb


Pernahkah kamu benar-benar merenungkan hidup, bahwa apakah kamu benar-benar telah menjalaninya dengan maksimal? Aku sedang memikirkannya. Bagaimana jika aku benar-benar menjalankan segala sesuatunya dengan maksimal? Apakah akan seperti ini jadinya? Atau, dengan nada paling pesimis dari hati, ah, walaupun sudah berusaha maksimal pun toh akan begini-begini saja.

Tetapi kita muslim yang sangat tidak dianjurkan untuk berandai-andai saja. Demi waktu yang bergerak dengan cepat, akhirnya aku pun mulai bergerak dengan cepat mengiringi langkah sang waktu, walaupun seringkali terseok-seok ketika berjalan, bahkan terjatuh. Lalu bangkit. Lalu jatuh lagi. Kemudian, ketika bangkit lagi, aku menemukan banyak sumber tenaga, dukungan dan kebahagiaan dimana-mana. Demi berubahnya zaman, aku harus berubah. Lalu seiring berakhirnya bulan Februari awal tahun baru ini, aku pun menyadari satu hal: Aku bertransformasi menjadi orang lain yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku mulai mengerjakan apapun yang ada di depanku dengan sungguh-sungguh. 

Ketika menyambut hari yang baru, aku bisa merasakan sensasi hari itu, dari perasaan menggebu-nggebu akan menyambut pekerjaan, atau mau masak sarapan apa hari ini, senang, gundah gulana, dan yang terlebih dari semua sensasi itu adalah hati yang berseri-seri. Seolah-olah seperti aku menemukan ritme hidupku. Adakah hari-hari yang lebih berbahagia selain menyambut hari itu dengan hati yang berseri-seri? :)
Ah, benarkah aku sudah sedewasa itu? Lalu siapa lagi yang akan merubah diri kita jika bukan kita sendiri yang merubahnya? *dalem

Berawal dari kelas bercerita
Sejak penghujung 2015, tawaran mengajar menghampiriku. Alih-alih langsung menerima, aku ciut. Nggak pede. Banyak orang yang ingin bekerja dengan harus melamar terdahulu, bersusah-payah bikin resume diri, kok aku langsung dengan gampangnya dilamar pekerjaan? Sadar dong caaa, heyyy siapa elo?? Suara berkecil hati terus-menerus merongrong menambah sisi pesimisku. 

Tapi ini adalah tantangan, kata abah. Ortu terus mendukungku sampai sebulan kemudian, Aku bertemu ketua komite sekolah lain yang meminta hal yang kurang lebih sama: tawaran mengajar yang lain. Padahal, aku tengah mengurus lamaran kerjaku yang pertama untuk sebuah Institusi Pemerintah di awal tahun ini. Akhirnya pertimbangan yang matang dimulai. Karena opsi pertama adalah sekolah baru yang baru meluluskan satu generasi, yang insyaALLAH menurutku adalah sekolah yang embrionya akan terus tumbuh berkembang, jadi aku putuskan masuk ke sekolah itu, dan aku akan ikut berkembang di dalamnya. Opsi lainnya adalah karena sekolah itulah yang melamar duluan, tentu saja. Dengan catatan: Aku akan mengawal murid-muridku menjadi melek dunia literasi, di samping mengajar bahasa Inggris.

Akhirnya setiap malam sebelum mengajar keesokan harinya aku kembali menemukan diriku yang baru. Besok materi apa yang akan kusampaikan? Apakah buku ini kira-kira baik untuk materi minggu depan? AH! Harus ke toko buku lagi. Stok materi habis! Setiap hari selalu ada insiden kebakaran jenggot karena perubahan dari wanita malam menjadi wanita pagi! Hahaha

Dan aku menamai kelasku dengan kelas bercerita. Satu kelas yang benar-benar terinspirasi dari orang lain yang akhirnya kuwujudkan!

Ada yang sudah baca Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin nya bang Tere-Liye? Yang sudah baca pasti kenal dengan karakter kak Danar. Okey kuakui aku emang terhanyut-hanyut dengan novel satu ini alias fans nomor wahid. Tapi itu semata-mata karena baru kali ini baca novel Tere-Liye dengan plot flash back dan kebetulan saja beberapa kisahnya memang pernah kualami. (yang terakhir gak usah terlalu percaya aja).
Kak danar adalah penyelamat hidup Tania, seperti seorang dewa yang khusus dikirim Allah untuk memberi Tania dan keluarga kecilnya harapan hidup yang lebih baik dari kerasnya hidup di jalanan. Dan kak Danar ini, mempunyai kelas bercerita untuk anak-anak kompleks tiap minggu di rumahnya. Kebiasaan yang Akhirnya menurun kepada Tania dan Dede, adiknya, ketika mereka berdua tinggal bersama kak Danar dan beranjak dewasa.

Kembali ke kelas bercerita, ada kepuasan tersendiri dari berbagi apa yang telah kita lihat dan baca dari buku, bahkan hidup, untuk orang lain. Apalagi melihat ekspresi penasaran anak-anak yang menunggu kelanjutan ceritaku sambil melingkar duduk di sekitarku. Sebisa mungkin, walaupun aku memang bakat galak, aku membuat kelasku senyaman-nyamannya kelas yang ingin aku ciptakan, agar apa yang aku sampaikan, mengena ke sanubari kecil mereka. Tentunya dengan diiringi materi-materi yang baik untuk anak-anak seumur mereka.

Jauh sebelum aku mengenal Daun yang Jatuh Tidak pernah membenci angin, aku mengenal dunia bercerita dari Almarhum kakekku. Beliau adalah pencerita ulung di madrasah tempat aku menimba ilmu agama dulu, yang bisa memainkan mimik dengan ekspresif (Sampai saat ini aku masih berusaha bermimik bagus sesuai alur cerita, tapi masih susah). Dan putrinya, alias Ummi, Ibundaku, yang juga pendongeng sejati. Mungkin dari situlah intuisi berceritaku dimulai, hingga akhirnya tercipta kelas bercerita. Bukan main-main... ini bukan hanya khayalan atau bayangan saja...
Kelas berceritaku akhirnya benar-benar tercipta! Alhamdulillah! Terima kasih Ya Rabb!



Asal kau tahu, kamu akan selalu menemukan dirimu yang lain, dirimu yang kamu belum pernah menjadinya sebelumnya. Walaupun seringkali manusia melakukan kesalahan, yang terbaik adalah memperbaiki diri. Manusia memang telah diilhami oleh penciptanya untuk terus berkembang menjadi insan yang lebih baik, selalu.

Senin, 25 Januari 2016

Ketika Ibu-ibu dari Cirebon Kesasar

Sore itu, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Madinah. Karena berbagi kamar dengan Abah, Ummi dan adik dengan hanya 1 kamar mandi, Abah dan adik mengalah. Aku dan ummi akan menggunakan kamar mandi duluan, sedangkan mereka langsung menuju masjid nabawi untuk melaksanakan sholat ashar. Kami putuskan untuk bertemu lagi bada isya di restoran hotel. Setengah jam kemudian, Aku dan Ummi menyusul setelah membersihkan diri dan wangi.

Letak hotel tempat kami tinggal selama di madinah hanya berjarak 500 meter dari masjid nabawi, yang dihalangi oleh gedung tinggi hotel bintang lima di seberang jalan.

Bada isya', Ummi mengajakku keliling masjid nabawi (yang kukira akan sebentar) sampai kakiku mulai tak berasa. Ketika akhirnya kita sampai di gerbang keluar menuju hotel, seorang ibu-ibu separoh baya memandangi ku dan Ummi dan dengan ragu-ragu menanyai kami, "Maaf, orang Indonesia atau Malaysia ya?"
"Indonesia Ibu, ada yang bisa kami bantu?" Ummi menawarkan bantuan. Si Ibu terlihat menghela nafas dengan lega.
"Saya baru saja sampai (di Madinah) sore ini bu, lalu bada isya tadi saya terpisah dari suami ketika pergi ke toilet bawah tanah.. Padahal suami bilang akan menunggu di sini.. Bagaimana ini Bu? Saya tidak tahu arah menuju hotel saya..."

"Kalau boleh tahu nama hotel ibu apa? Nanti biar bisa ditanyakan sama Askar (Polisi syariah)," jawab Ummi.

"Hotel Al-Barraq," Lalu kami menuju ke pojok gerbang dimana dua orang Askar berseragam khas sedang bercengkrama,

Aku menjelaskan kepada mereka keadaan Ibu ini dan bertanya dimana hotelnya. Rupanya mereka berdua juga sama sama tidak tahu dimana letak hotel si Ibu. Askar ganteng yang mirip Zayn Malik menghampiri temannya yang lain di gerbang sebelah. Sementara Askar yang mirip Shaheer Sheikh tetap menemani kami. Untuk membunuh kebisuan ummi pun mengajak si IBU ngobrol. Ternyata beliau berasal dari Cirebon, Jawa Barat.

Askar berwajah Zayn malik kembali dengan membawa beberapa temannya. Sayang, mereka semua juga tidak tahu dimana gerangan hotel itu. Aku tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ibu Sebelum berangkat umroh pasti dibagikan name tag dari agen travel, kan? Yang ada foto Ibu juga?"
"Iya... yang ini bukan Dek?"
"Iya betul Bu, saya pinjam sebentar," Aku membawa name tag itu kepada Askar sambil mengingat ingat bahasa Arab dari handphone . Sepertinya Jawwal. Kemudian meminta mereka menelpon dengan jawwal Nomor yang tertera di name tag. Si Zayn Malik mengeluarkan IPhone nya. Berarti dia paham! Yes!
Dia mengobrol di telepon dalam bahasa Arab selama lima menit. Lalu dia meminta kami menunggu sampai si Ibu dijemput..
Waktu itu, waktu menunjukkan pukul 9 malam. Perutku dan Ummi sudah memberontak ingin diisi. Alhamdulillah tak sampai 15 menit, asisten pembimbing umroh si Ibu dari Cirebon akhirnya datang menjemput. Dia sempat dimarahi para Askar lalu berterima kasih pada kami karena telah membantu si Ibu...
Tak lupa, Ibu itu juga berterima kasih kepada kami.

Adikku sudah menunggu di lobby ketika kami sampai di Hotel.
"Kok lama banget sih? Nyasar yaa??" Goda adikku.
"Yee kebalik! Bantuin orang nyasar sih Iya.."

Menguasai bahasa asing itu sangat bermanfaat, bukan? 

Sabtu, 09 Januari 2016

Let's Get Spirit; Teruntuk yang akan menghadapi ujian



Adakalanya dalam perjuangan hidupnya, seseorang merasa lelah, malas-malasan, dan tak bersemangat untuk menyambut hari esok. Ada saja sebabnya, dan yang paling umum adalah karena terlalu sering merasa gagal, yang menjadikan kita berhenti di tengah perjuangan.
Jika kita gagal, itu wajar karena setiap orang pasti mengalami trial and error dalam perjalanan hidupnya. Kamu merasa frustasi karena tak lulus UNAS, tak dapat masuk ke kampus idaman, atau bahkan, untuk yang sedang berjuang mencari nafkah penghidupan, selalu ditolak ketika melamar kerja?

Don’t be worry, my friends, jalan kita masih panjang. Masih banyak jalan terjal yang harus kita lalui untuk mencapai puncak yang kita tuju, tak hanya terjal, jalan yang harus kita lalui bisa jadi sangat curam dan penuh jurang di kanan kiri kita. Itulah perjuangan yang sesungguhnya, karena jika kita hanya mendapat sedikit rintangan seringkali kita lalai akan kenyamanan itu.
Sebuah kisah yang sangat menginspirasi ku, adalah kisah seorang siswi SMU di Yogyakarta yang membutuhkan 3x UNAS untuk mendapat predikat LULUS dari SMU-nya. Karena bobroknya sistem dalam UNAS, menyontek bersama sudah menjadi lumrah bagi peserta UN dari tahun ke tahun. Sedangkan bagi siswi unik ini, yang masih mengagungkan nilai kejujuran (mengingatkan kita kembali akan kisah Anak kelas 6 SDN di Surabaya), dia tak mau ikut serta dalam proses ujian yang sistemnya sudah bobrok itu. Alhasil, untuk mendapatkan predikat LULUS dia harus mengikuti UNAS tiga kali dalam tiga tahun terakhir. Siswi tersebut yang sebenarnya 3 angkatan di atas saya, tahun ini baru merasakan indahnya masa mahasiswa, dengan santainya. 
Untuk siswa-siswi SD, SMP, dan SMU yang tengah berjuang untuk menghadapi UN, bukankah kisah di atas terlalu “keren” untuk menginspirasi kita? Jika memang kita mendapatkan kegagalan, kita tak harus marah dan mengatasinya dengan hal-hal yang merugikan misalnya saking hilang kesadarannya, kita sampai bunuh diri. hadapilah dengan tenang, sambil mengintrospeksi diri dan berjuang lebih keras untuk hasil yang lebih memuaskan. Selalu ingat orang-orang yang juga tengah berjuang di sekeliling kita: Orang tua, adik, kakak, teman, dan yang lainnya. Karena kisah-kisah perjuangan unik mereka ternyata dapat men-charge kembali semangat kita yang melemah.
Jangan patah semangat dan Jangan pernah berhenti berjuang kawan-kawan! Fighting!
Teruntuk teman & adik-adikku yang tengah berjuang mempersiapkan ujian-ujian..

Sabtu, 02 Januari 2016

Rain and Rainbow


Once upon a time, there is a beautiful girl named rain. She live in peace with Sun, a good hearted boy and good looking too of course. They live happily and quietly until the day, when Sun shines it sunshine brightly, suddenly Rain can’t control her emotions, yes, then it rains.

After a while, when Rain stop its rain and Sun keep its Sunshine, in the south a beautiful young lady appears with her three auras; red, yellow and green. Yes, it is Rainbow. Sun fall for Rainbow for the first sight.

Months later, they are getting married. Everyone is happy for them except Rain. She feel sad. Rainbow take her beloved sun away. Since then, Rain begin crying. Days after days always rainy because Rain’s tears until… flooding water in river flows so far till Ocean. 

Ocean is the king of water. He wonder what makes Rain like that. However, Ocean is actually in love with Rain from a long time. But Rain doesn’t know that fact. Ocean propose her to marry him. Everyone in earth make them up until Rain accepts the proposal.

Finally Ocean marrying Rain in the month of February. They get to fall for each other…
So that how love work, fall in right place.

If you wanna rainbow, you have to deal with the rain...

Inspired by Hujan Matahari by Kurniawan Gunadi with improvisation in English.

Jumat, 01 Januari 2016

8 Jam di Abu Dhabi


Alhamdulillah, rombongan kami yang bertujuh belas orang sampai di Bandara Internasional Abu Dhabi jam 9 waktu Abu Dhabi. 
Abu Dhabi adalah ibukota dari Uni Emirat Arab yang baru-baru ini menjadi terkenal karena film Stars Wars. Tapi sayangnya kunjunganku nggak ada hubungannya dengan film itu. Rombonganku hanya singgah beberapa jam karena pesawat yang kami naiki transit disini sebelum menuju Madinah. That’s all.

Thanks to Penemu Tablet!
Awalnya kukira rombonganku bakalan piknik semacam city tour di Abu Dhabi. Dari booklet serba-serbi perjalanan agen travel disebutkan bahwa kita akan transit selama 8 jam di Abu Dhabi… OMG! 8 jam tanpa city tour atau kegiatan apapun.. 
Apa Aku dan rombongan bakalan terlantar selama 8 jam dalam suhu AC 16 derajat Celcius tanpa persediaan selimut dan bantal? *Sigh*
Aku dan Nuha, Adikku, adalah rombongan termuda. Mayoritas dari rombonganku adalah kakek-kakek dan nenek-nenek. Jadi miris banget deh liat kondisi mereka di bawah suhu AC yang sangat dingin. Kalau tau gini jadinya kan tadi bisa bawa selimut n bantal dari pesawat… ckckck!
Untungnya, Nuha tak lupa membawa dua tablet PC dari rumah (itupun abah, umi, aku n nuha masih aja rebutan) plus roll cabel supaya tidak berebut saat men-charge gadget-gadget kami. Seperti ACnya yang duingin, wiFi nya pun banter alias super cepat. Setelah itu mari berterima kasih kepada penemu Tablet PC… Setidaknya 8 jam ke depan aku gak bakalan cengok gak ngapa-ngapain. *dan kemudian cari colokan*

Menunggu itu…
1 jam berjalan lambat… banget. Aku paling gak tahan nunggu. Maka dari itu kuputuskan untuk jalan-jalan di sekitar Gate 54 (takut nyasar, soalnya kalo gak salah ada sekitar 100an gate) dan akhirnya aku berhasil menemukan kamar mandi yang berfasilitas hot water. Lumayanlah bisa mandi air anget dan ganti baju. Tak lupa abis mandi mampir mushola buat sholat dhuha. Pokoknya apa aja yang bisa dilakukan untuk menghabiskan waktu 8 jam.. lakukan! *hss
Finally, ketua rombongan menawarkan siapa yang mau ikut ambil jatah makan di restoran. Otomatis aku dan nuha yang siap sedia hihihi.. Beberapa perwakilan berjalan mengikuti ketua rombongan menuju restoran, melewati beberapa blok mall yang panjang… Oia bandara Abu Dhabi ini bisa juga disebut airport mall karena separuhnya adalah mall. So, kalo kamu bawa uang lebih silahkan dibelanjakan di sini sepuasnya… karena kanan kirinya berderet dagangan yang umumnya ada di mall. Bangunan bandara yang super megah dan fasilitasnya yang lengkap sangat berbeda dengan bandara Ahmad Yani Semarang yang minim fasilitas, Dekat rumah tinggal kami. Kapan ya Ahmad Yani dibangun semegah ini?
Dan lihatlah porsi makan di bawah ini…
19

Sabar Sajalah
Camera 360
Sebelum berangkat, aku dan Nuha sudah merencakanan beberapa planning untuk menghabiskan waktu transit delapan jam di Abu Dhabi (yang semuanya gagal). Salah satunya adalah naik kereta super cepat Abu Dhabi semacam Shinkansen-nya Jepang menuju Dubai untuk mengunjungi Burj Khalifa tower. 
Kita bahkan menghitung waktu yang dibutuhkan kereta cepat itu untuk mencapai Dubai dan kembali lagi ke Abu Dhabi. Karena kami hanyalah dua anak korban masa kini.. tujuan kami naik kereta ke Dubai hanyalah untuk Selfie di depan Burj Khalifa *wkwkwk*. Jadi 7 jam cukup lah untuk bolak-balik Abu Dhabi-Dubai.
Sayangnya, agen travel kami tidak menyediakan fasilitas city tour selama transit di Abu Dhabi… yang seharusnya waktunya sangat cukup untuk itu. Makanya Abah cukup kecewa karena kami hanya menunggu selama 8 jam di bawah dinginnya suhu AC bandara.. Abahku bahkan dengan mimik super sedih bilang, “Kita udah dapet berapa rakaat sholat di Masjid Nabawi ya kalau enggak pake transit 8 jam di sini?” *Syedihnya*
Mungkin, karena pada hakikatnya niat kami adalah ibadah.. jadi yang terpatri dalam hati hanyalah ibadah. Tapi bukankah ini pengalaman berharga? Aku jadi tahu bagaimana harusnya memilih penerbangan yang sesuai dengan tujuan awal.
Dan mungkin juga, memang sudah saatnya kan kami membuat agen travel sendiri. Jama’ahnya pun sudah ratusan. Dengan itu udah nggak perlu lagi ikut jadwal orang– bisa susun jadwal yang diinginkan, senyaman-nyaman mungkin. Hmm, begitulah…

Rabu, 30 Desember 2015

Nuansa Surgawi

May 2014

Beberapa minggu yang lalu, sebelum menginjakkan kaki di tanah Arab, aku tak pernah membayangkan akan tinggal hanya 150 meter jauhnya dari Masjid Nabawi. Masjid madani. Masjid tanda peradaban Muslim pertama di dunia. Masjid Rasulullah. Air mataku menetes satu-satu ketika melangkahkan kaki dari hotel menuju Masjid Nabawi, sambil menghirup napas dalam-dalam, merasakan setiap detik momen itu…

Pasar Masjid

Aku menginap di hotel Mubarok Al-Masi, hanya satu blok sampai ke gerbang Masjid sisi kanan pojok. Dari hotel menuju masjid, aku melewati pasar dadakan di sepanjang blok, membujur panjang para penjual parfum, kerudung, Al-qur’an, dan lain-lain… Yang paling membuat hati miris, masih ada saja pengemis-pengemis diantara para pedagang Masjid itu di Kota semakmur Madinah.
Indonesia, murah.. murah.. Khamsa riyal, lima riyal..
Teriakan-teriakan berbahasa arab bercampur aduk dengan teriakan pedagang yang mencoba berbahasa Indonesia. Waktu itu masuk pertengahan bulan rajab, yang artinya jumlah pengunjung dari tanah air sedang tinggi-tingginya. Para pedagangpun menawarkan dagangannya dengan sedikit bahasa indonesia agar terdengar familiar di telinga orang kita.

Nuansa Surgawi

Satu hal yang sangat kuingat dari cerita Mbah Mun, Abah atau Ummi tentang masjid Nabawi adalah tentang secuil taman dari Surga di dalam masjid yang bernama Raudhah. Aku sangat ingin mengerjakan sholat di sana. Tetapi perlu satu judul khusus untuk membahas Raudhah ini. Karena cara masuknya sangat antre dan membutuhkan kesabaran ekstra. Untuk jamaah perempuan tidak setiap waktu bisa mengunjungi Raudhah. Peminat Raudhah sangat tinggi karena dikenal sebagai tempat yang mustajab (do’a akan terkabul jika kita berdo’a di Raudhah). Karena antrean itulah jamaah umrah rombonganku baru bisa memasuki Raudhah keesokan harinya. Alhamdulillah kami berkesempatan mengerjakan beberapa rakaat shola Dhuha di sana…

Satu hal yang membuat setiap orang yang mengunjungi masjid nabawi bersemangat untuk melaksanakan jamaah sholat yaitu karena semua orang terlihat berlomba-lomba pergi ke masjid sebelum waktunya, masjid selalu ramai diisi oleh orang yang beribadah… benar-benar kental akan nuansa surgawi. Bacaan surat dalam sholat di Masjid Nabawi pun panjang-panjang, membuat sholatku semakin tuma’ninah.

Zam-zam di setiap sudut

Tak perlu takut kehausan selama di dalam masjid Nabawi karena banyak terdapat galon-galon air zamzam hampir di setiap penjuru masjid.Tak perlu repot juga membawa botol karena memang telah disediakan pula fasilitas untuk minum-gelas plastik dari kerajaan saudi Arabia. Pokoknya, selama di sana, kita bisa fokus ibadah.. Ibadah.. dan hanya ibadah sepuasnya!
Ya Allah, terimalah ibadah kami…

Minggu, 20 Desember 2015

Budaya Membaca ala Pesantren

Aku bersyukur terlahir di lingkungan yang mencintai buku. Entah seberapa dalam kecintaannya pada buku, tapi abahku sukaa sekali memborong buku. Walaupun seringkali buku-buku itu tidak dibaca sampai selesai. Abah banyak membeli buku-buku motivasi, buku pendidikan, buku agama, novel dalam negeri, bahkan novel luar negeri alias terjemahan yang menghiasi sebagian besar rak di rumah. Manfaat dari buku-buku itu tentu saja sangat banyak—terutama untukku.


Aku tak ingat apa buku pertama yang selesai kubaca sampai halaman terakhir, tapi buku lumayan tebal paling berkesan yang kubaca dan kunikmati sampai halaman terakhir adalah buku karangan penulis Jepang, Tetsuko Kuroyanagi; Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela. Saat itu usiaku masih delapan tahun. Sampai sekarang, sudah tiga kali aku membaca ulang novel itu. Dan masih saja senyum-senyum sendiri saat membacanya.

Hingga saatnya aku pergi jauh dari rumah untuk masuk ke salah satu pesantren putri di Ponorogo, Jawa Timur, kesukaanku membaca semakin menjadi-jadi. Apalagi dengan jumlah buku yang beragam dan berlipatganda melimpahnya! Karena sudah menjamur budaya pinjam-meminjam dan antri membaca buku dalam lingkungan pesantren itu. Dari ratusan orang yang tinggal di pesantren, jika setiap orang misalnya membawa 2-3 buku, bayangkan, berapa jumlah buku yang bisa kalian baca selama setahun?

Di pesantrenku hanya boleh bicara menggunakan bahasa Arab dan Inggris, bergilir bergantian tiap minggunya. Saat itu, kata yang kupelajari untuk mengantri meminjam buku adalah “Ba’daki!” dalam bahasa Arab dan “After you!” dalam bahasa anggris, yang berarti, "habis kamu ya!". Jika ada seeorang yang terlihat sedang membaca buku baru di kamar yang berisi 10-15 orang (Yaa, dulu aku punya kamar se-rame itu!) bisa dipastikan, akan ada sahut-menyahut panjang dan perdebatan “after you” tentang giliran membaca buku terbaru itu. Benar-benar saat-saat yang mengasyikkan dan ngangeni.

Tahun pertama, buku yang menjamur masa itu adalah novel-novel milik Asma Nadia; Aisyah Putri 1, 2, dan 3. Lalu Diorama Sepasang Al-Banna dan Dilatasi Memori milik Ari Nur, Kumpulan cerpen Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa. Dan... Tere Liye! OMG, ternyata aku sudah mengenal tere liye bahkan sejak SMP!

Saat naik kelas, ketika aku mulai berani berinteraksi dengan kakak angkatan, seleraku merambah buku-buku terjemahan luar negeri milik Torey Hayden seperti Sheila; Luka Hati Seorang Gadis Kecil dan Kevin; sebuah Memoar dan The Devi wears Prada. Lewati beberapa masa sibuk kelas 4-5, saat itu adalah tahun tersibuk di pesantren, karena tahun SKU, SAKA Bhakti Husada, menjadi pengurus, hingga KMD. Otomatis buku-buku yang bisa dibaca berkurang di waktu super sibuk itu. Ah, ya, tetap saja kami tidak ketinggalan membaca Serial terakhir  Harry Potter and the deathly hallows, novel berbahasa Inggris yang dibawa langsung dari Amerika oleh guru Native kami, Miss Natalie Binder. Tahun itu novel karya Dan Brown juga sedang menjamur di indonesia, dan berkat meminjam aku bisa membaca dua di antaranya yaitu The Da vinci Code dan Angels and Demons.

Saking banyaknya pilihan buku dan panjangnya antrian membaca, otomatis kecepatan membacaku meningkat karena dikejar-kejar waktu.  Betapa saat itu adalah masa emas dalam dunia membacaku. Terima kasih, teman-teman dan para kakak dan adik kelas yang telah membawa buku-buku keren saat itu ke pesantren!

Sore tadi aku mendapat oleh-oleh sebuah novel berjudul Menantu Untuk Ibu karangan Faradhina Izdhihary yang sudah setengah-selesai. Mungkin malam ini tamat. 
Lalu, buku apa yang sedang kamu baca saat ini?