Sabtu, 13 Februari 2021

Skala Prioritas Ibu

 Setelah menempati rumah sendiri tanpa keberadaan orang tua, mertua, dan adik membuatku mengubah skala prioritasku. Terutama saat pagi hari. Prioritas utamaku adalah sarapan pagi siap maksimal jam 06.30 WIB, karena suamiku sudah harus di kantor pada pukul tujuh tepat. Entah karena cuaca kotanya yang nyaman atau mungkin karena ketenangan hatiku yang menular ke putri kecilku, rentang tidur malam bayiku jadi jauh lebih panjang dari biasanya. Aku bisa memanfaatkan waktu tidurnya untuk memasak, mandi, dan beres-beres rumah.
Pagi ini aku memasak menu sederhana: sayur ca sawi dan tempe goreng, menu andalan umiku jika sedang terburu-buru. Tepat saat aku selesai masak, suamiku selesai mandi. Aku melihat jam dinding. Masih jam 06.10 WIB. Aku bisa menyempatkan diri untuk mandi pagi. Aku menikmati setiap kucuran air yang membasahi muka. Setelah punya bayi, jarang sekali aku bisa menikmati momen mandi. Biasanya setiap mandi seperti dikejar-kejar waktu.
Aku menemani suamiku sarapan.
“Yang, makan tempe aja gak papa, to?”
“Asal makannya sama kamu, makan nasi pakai garam aja gak papa buatku,” gombal parah. Aku mencubit pelan hidung mancungnya.
“Mulaiiii jurus gombalnya,”
“Serius, sayang. Kalau sama kamu, aku ngerasa bisa melakukan semuanya,” benar juga. Suamiku yang awalnya sangat pemalu menjadi percaya diri dan berani tampil di depan umum setelah menikah denganku. Aku akui ini salah satu perkembangan besarnya.
“Lanjut nanti lagi ngobrolnya. Sekarang mari kita sarapan menu sederhana ini. Takut kalau kamu terlambat,” ucapku.
Pada pukul 06.40 suamiku berangkat kerja. Setelah motor suami menghilang di tikungan, aku bergegas membereskan piring kotor dan mulai mencucinya. Tak lupa menggiling pakaian kotor dalam mesin cuci otomatis. Aku benar-benar beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang selain bagus isinya juga sangat lengkap, termasuk mesin cuci otomatis tadi. Rejeki ibu solehah, alhamdulillah.
Aku menggunakan waktu yang tersisa untuk belajar tentang MPASI (Makanan Pendamping ASI). Dua bulan lagi aku akan memberi bayiku MPASI, jadi paling tidak aku punya bekal informasi yang memadai untuk menghadapinya. Pada pukul tujuh persis, bayiku menangis terbangun. Saatnya memulai pekerjaanku yang sesungguhnya. Momong bayi.

0 komentar:

Posting Komentar