Senin, 12 September 2022

Menjadi Ibu yang Lebih Bahagia

 Hai, bu, apa kabarmu hari ini? Sudahkah kau memaafkan dirimu hari ini? Sudahkah kau meluangkan waktu barang 30 menit saja hari ini khusus untuk dirimu saja? Apakah hari ini kamu sudah bilang "I love you" ke pasangan dan anak? Bagaimana caramu mengakhiri hari yang overwhelming? Hmmmmh



Ternyata menjadi ibu masih sangat sulit meski dengan banyak sekali bantuan. Aku tidak membayangkan berada di posisi perempuan yang tak memiliki satu pun sumber bantuan selama mengasuh anak-anaknya.


Ada seorang ibu yang kelelahan bekerja sambil mengasuh anaknya yang masih berusia di bawah 1 tahun, dengan suami yang juga bekerja. Karena latar belakang kepercayaan keluarga suaminya, ibu itu tak leluasa membuat keputusan yang sangat penting menyangkut anaknya sendiri. Perkara vaksin.


Terakhir kali bertemu dengannya, aku hanya bertukar sapa seperti biasa dan ternyata obrolan kami meruncing ke arah vaksinasi anak. Bahkan anaknya hanya menerima vaksinasi sekali saja yaitu sesaat setelah anak itu lahir di RS. 


Saat kutanya kenapa tidak vaksin, kan gratis (Vaksinasi dasar dari Pemerintah)? Katanya tak ada satupun di keluarga suaminya yang membolehkan vaksin (doktrin agama), mereka mengkhawatirkan bahan-bahan yang terkandung di dalam vaksin. Maka anak itu tak menerima satupun vaksinasi dasar selain vaksin pertama di RS saat lahir dulu. Padahal, ibunya sangat ingin anaknya divaksin......

Ya. Mungkin akan ada yg komentar, "Kalau aku jadi dia, aku pastikan anakku divaksin. Bodo amat keluarganya bilang vaksin haram, kek. Blablabla."


Aku pun sebenarnya akan komen begitu. Ternyata....

Dia lebih memilih untuk tidak vaksin demi mempertahankan hubungan baik dengan suami dan keluarganya.


Begitulah. Tidak setiap perempuan beruntung berada di posisi ideal...

Ini udah ekonomi pas-pasan. Keluarganya jg antivak. What the heck....


Apakah dia bahagia dengan pernikahannya? Saya tidak tahu, Bu. mungkin dia bahagia karena berhasil membangun sebuah keluarga yang harmonis. Mungkin dia juga merasa bersalah karena tidak bisa mengutarakan pendapatnya sendiri atau merasa bersalah karena tidak bisa memperjuangkan apa yang terbaik untuk anaknya.


Who knows? Siapa yg tahu?

Yang jelas, perempuan yang bahagia tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan orang-orang yang disayanginya, dengan cara apapun dia akan mengupayakan apa yang terbaik untuk tujuannya.


Aku mengamati dua malaikat kecilku yang sedang tertidur pulas malam ini. Semoga aku bisa mengupayakan yang terbaik selalu untuk mereka..

Untuk semua perempuan terutama para ibu yang sedang berjuang hidup dan mati untuk orang-orang yang disayanginya... Semoga Allah selalu melindungi kita, para perempuan hebat! Aamiin!

Minggu, 11 September 2022

Melek Skincare di Usia Menjelang 30

Sejak kecil aku tumbuh menyaksikan ibuku sendiri tidak terlalu peduli dengan penampilan. Apalagi skincare. Dalam mindset Umi (ibu) skincare adalah sama dengan bedak dan lipstik. Padahal dua hal itu adalah hal yang sama sekali berbeda. Yang satu ke utara, satunya lagi ke selatan. -__-


Skincare adalah rangkaian perawatan untuk menjaga kesehatan kulit, sedangkan bedak dan lipstik adalah dua contoh produk make up (alat untuk mempercantik penampilan), bukan untuk merawatnya.



Maka hingga di usia menjelang 30 dan beranak dua ini, sama seperti umi, aku tidak terlalu peduli dengan penampilan. Mungkin beberapa alasan yang memperkuat kebiasaan tak peduli penampilan adalah;


1. Hemat

2. Ribet (ternyata rangkaian perawatan itu lumayan ribet, terutama buat pemula).

3. Malas


Ya. Malas.

Setelah berusaha melek dunia per-skincare-an. Ternyata dunia perawatan kulit itu tidak melulu beli-lalu pakai asal saja; tapi juga harus konsisten.

Contohnya saja rangkaian perawatan buat pemula. Salah satu hal yang wajib dipakai untuk pemakai skincare pemula adalah rajin memakai sunscreeen atau tabir surya.


Setelah rutin memakai tabir surya sebelum memulai aktivitas pagi, dan rajin re-apply atau memakai ulang kembali setiap lima jam (atau saat aktivitas di luar ruangan), kita bisa naik ke kebiasaan selanjutnya yaitu rutin memakai moistureizer cream mulai dari day cream lalu night cream. Nah di sinilah konsistensi dan tingkat ketelatenan pemakai skincare mulai diuji. Seberapa konsistenkah memakainya?

Lalu setelah rajin memakai sunscreeen, day cream dan night cream, selanjutnya adalah rangkaian exfoliasi atau membersihkan kulit mati. Nah ribet banget kan wkwkwkwk.


Exfoliasi ini juga tidak boleh terlalu sering dilakukan, karena akan mempertipis lapisan kulit terluar jika dilakukan terlalu sering. Maksimal seminggu tiga kali. Atau seminggu sekali saja sudah cukup. Lumayan hemat biaya!


Jadi buat pemakai skincare pemula sepertiku, rangkaian skincare yang wajib kamu lakukan dulu adalah cobalah dengan memakai 1 produk sunscreen dulu. Minimal sunscreeen dengan SPF 30 (ada yang bilang karena kita tinggal di negara tropis, jadi dianjurkan untuk memakai yang SPF-nya 50). Pokoknya coba dulu selama 3 bulan untuk konsisten memakai sunscreeen di wajah sebelum memulai aktivitas pagi.


Setelah konsisten dengan sunscreeen, barulah kita boleh 'naik kelas' dengan mengoleksi produk wajib lainnya seperti day cream, night cream dan produk exfoliasi.


Kenapa kita harus belajar memakai skincare secara bertahap? 


Tentu saja untuk menghindari impulsive buying atau membeli yang tak perlu. Keadaan kulit setiap individu berbeda jadi perlu dilatih dengan kebiasaan memilih produk sesuai kebutuhan kulit masing-masing. Sampah yang disumbang dari botol/wadah bekas skincare cukup besar, maka dari itu mari kita kurangi jumlah sampah skincare dengan menambah wawasan tentang apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh kulit kita.


Semangat buat mengglowing bersama, ya, bestie!



Selama belajar konsisten memakai sunscreeen sepanjang 2022 ini, aku baru pakai beberapa produk sunscreen SPF 30 mulai dari Wardah, Emina, dan yang sedang kupakai sekarang sunscreeen 50 SPF L'oreal Paris, sesuai rekomendasi pemakaian sunscreeen di negara tropis.

Kamis, 08 September 2022

Pilih yang mana; Membaca Novel dalam negeri atau luar?

Kapan terakhir kali kamu membaca buku? Buku apa yang kamu baca? Apakah kamu tipe pembaca aktif atau pasif/hanya membaca sekedarnya? Jenis buku fiksi atau non-fiksi apa yang sering kamu baca? 

Aku tak sengaja mempunyai hobi membaca. Awalnya aku hanya penasaran dan ingin menghabiskan waktu luang saja. Karena banyak sekali buku yang bisa kubaca di rumah. Abah bahkan dulu pelanggan setia Gramedia. Setiap setahun tiga kali bahkan kami mendapat bonus buku terjemahan oke dari Gramedia yang dikirim langsung ke rumah. 

Setelah bisa lancar membaca, tentu saja aku semakin aktif mencari buku yang bisa kubaca, karena ternyata semakin kita membaca, semakin penasaran lah kita dibuatnya. Ilmu pengetahuan dan bacaan adalah dahaga bagi manusia yang takkan ada habisnya. Semakin kita membaca, justru kita semakin merasa tak tahu apa-apa. Hobi membacaku dimulai sejak aku berusia delapan tahun. 

Buku pertama yang paling berkesan dan terus kuingat hingga saat ini adalah Totto Chan; karangan Tetsuko Kuroyanagi. Lalu buku-buku karangan Torey Hayden. The Devil wears Prada. Buku psikologi Dale Carnegie, novel-novel karya Dan Brown hingga novel dalam negeri Karangan Tere Liye, Asma Nadia, Tasaro Gk, dan tentu saja Andrea Hirata. 



 Mode Naik Turun 
 Karena sebagian besar buku yang kubaca adalah terjemahan luar negeri, tentu ada sensasi naik turun kebudayaan saat sedang membaca buku dalam negeri. Contohnya; setelah membaca novel terbaru Tere Liye Janji, aku lalu membaca ulang novel berjudul Oliver's Story karya Erich Segal. 

Meski novel karya Erich diterbitkan hampir 50 tahun yang lalu, tapi isinya terasa jauh lebih kaya dibandingkan novel terbitan tahun 2021 karangan Tere Liye. (Maaf ya bang Tere, jujur kan gak dosa wkwkwk) Berlatar di New York City tahun 70an, Erich Segal berhasil membawa pembaca pada dinamika kehidupan seorang pengacara di New York city yang sibuk. 

Sejak menyandang status sebagai duda cerai mati 18 belas bulan yang lalu, Oliver didiagnosa sakit jiwa oleh mantan mertuanya, Philip Cavilleri. Dia masih belum bisa melupakan sosok Jenny Cavilleri yang meninggal akibat kanker. Oliver pun pergi menemui dokter jiwa, seorang psikiater yang cukup cuek tapi mampu menggali permasalahan yang sedang dihadapinya. Lalu untuk mengalihkan kesedihan di sore hari, Oliver mulai rutin berlari di Central park hingga dia bertemu sosok cantik yang misterius bernama Marcie Nash. 

Cara bercerita Erich Segal yang sederhana dan mengalir, menggambarkan kehidupan glamor Marcie Nash, seorang CEO muda yang ditipu habis-habisan oleh mantan suaminya. 

Tahun 70an sudah terdapat banyak cafe di NYC. Ini salah satu bukti konkrit bahwa New York sudah jauh lebih maju di tahun itu. Perempuan muda mampu dan bisa mengelola kekayaan yang diwariskan kepadanya menjadi perusahaan yang jauh lebih kuat. 

Berbeda dengan novel Janji Tere Liye yang terbit di tahun 2021, novel Janji terkesan sangat membosankan dibandingkan Oliver's Story milik Erich Segal yang sangat segar dan realistis. Tere Liye masih memakai cangkok bercerita novelis Sumatra pada umumnya yang suka mendayu-dayu dan berpola naratif atau deskripsi terlalu panjang. 

Tapi itulah sisi mengasyikkan dari membaca, kebudayaan dari tiap latar belakang cerita sangat berbeda satu sama lain, yang membuat para penulis memiliki sudut pandangnya masing-masing dalam bercerita.

Novel dalam negeri atau luar negeri akan memperkaya perbendaharaan kata bagi semua yang membacanya. Buku apapun yang sedang kamu baca, bersyukurlah masih banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk menuliskan peradaban yang terjadi dengan sangat cepat 20 tahun terakhir ini.

Jadi apakah kamu jadi tertarik baca novel setelah membaca ini? Aku bersyukur meski sudah mempunyai dua anak, aku masih meluangkan waktu untuk menggeluti hobi membacaku yang semakin lama semakin menggila saja. Buku apalagi yaa yang bisa kubaca? Rekom dong!