Aku tak sengaja mempunyai hobi membaca. Awalnya aku
hanya penasaran dan ingin menghabiskan waktu luang saja. Karena banyak sekali
buku yang bisa kubaca di rumah. Abah bahkan dulu pelanggan setia Gramedia.
Setiap setahun tiga kali bahkan kami mendapat bonus buku terjemahan oke dari
Gramedia yang dikirim langsung ke rumah.
Setelah bisa lancar membaca, tentu saja
aku semakin aktif mencari buku yang bisa kubaca, karena ternyata semakin kita
membaca, semakin penasaran lah kita dibuatnya. Ilmu pengetahuan dan bacaan
adalah dahaga bagi manusia yang takkan ada habisnya. Semakin kita membaca,
justru kita semakin merasa tak tahu apa-apa. Hobi membacaku dimulai sejak aku
berusia delapan tahun.
Buku pertama yang paling berkesan dan terus kuingat
hingga saat ini adalah Totto Chan; karangan Tetsuko Kuroyanagi. Lalu buku-buku
karangan Torey Hayden. The Devil wears Prada. Buku psikologi Dale Carnegie,
novel-novel karya Dan Brown hingga novel dalam negeri Karangan Tere Liye, Asma
Nadia, Tasaro Gk, dan tentu saja Andrea Hirata.
Mode Naik Turun
Karena sebagian besar buku yang kubaca adalah terjemahan luar negeri, tentu ada
sensasi naik turun kebudayaan saat sedang membaca buku dalam negeri. Contohnya;
setelah membaca novel terbaru Tere Liye Janji, aku lalu membaca ulang novel
berjudul Oliver's Story karya Erich Segal.
Meski novel karya Erich diterbitkan
hampir 50 tahun yang lalu, tapi isinya terasa jauh lebih kaya dibandingkan novel
terbitan tahun 2021 karangan Tere Liye. (Maaf ya bang Tere, jujur kan gak dosa
wkwkwk) Berlatar di New York City tahun 70an, Erich Segal berhasil membawa
pembaca pada dinamika kehidupan seorang pengacara di New York city yang sibuk.
Sejak menyandang status sebagai duda cerai mati 18 belas bulan yang lalu, Oliver
didiagnosa sakit jiwa oleh mantan mertuanya, Philip Cavilleri. Dia masih belum
bisa melupakan sosok Jenny Cavilleri yang meninggal akibat kanker. Oliver pun
pergi menemui dokter jiwa, seorang psikiater yang cukup cuek tapi mampu menggali
permasalahan yang sedang dihadapinya. Lalu untuk mengalihkan kesedihan di sore
hari, Oliver mulai rutin berlari di Central park hingga dia bertemu sosok cantik
yang misterius bernama Marcie Nash.
Cara bercerita Erich Segal yang sederhana
dan mengalir, menggambarkan kehidupan glamor Marcie Nash, seorang CEO muda yang
ditipu habis-habisan oleh mantan suaminya.
Tahun 70an sudah terdapat banyak cafe
di NYC. Ini salah satu bukti konkrit bahwa New York sudah jauh lebih maju di
tahun itu. Perempuan muda mampu dan bisa mengelola kekayaan yang diwariskan
kepadanya menjadi perusahaan yang jauh lebih kuat.
Berbeda dengan novel Janji
Tere Liye yang terbit di tahun 2021, novel Janji terkesan sangat membosankan
dibandingkan Oliver's Story milik Erich Segal yang sangat segar dan realistis.
Tere Liye masih memakai cangkok bercerita novelis Sumatra pada umumnya yang suka
mendayu-dayu dan berpola naratif atau deskripsi terlalu panjang.
Tapi itulah
sisi mengasyikkan dari membaca, kebudayaan dari tiap latar belakang cerita
sangat berbeda satu sama lain, yang membuat para penulis memiliki sudut
pandangnya masing-masing dalam bercerita.
Novel dalam negeri atau luar negeri akan memperkaya perbendaharaan kata bagi semua yang membacanya. Buku apapun yang sedang kamu baca, bersyukurlah masih banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk menuliskan peradaban yang terjadi dengan sangat cepat 20 tahun terakhir ini.
Jadi apakah kamu jadi tertarik baca
novel setelah membaca ini? Aku bersyukur meski sudah mempunyai dua anak, aku
masih meluangkan waktu untuk menggeluti hobi membacaku yang semakin lama semakin
menggila saja. Buku apalagi yaa yang bisa kubaca? Rekom dong!
0 komentar:
Posting Komentar