Rabu, 27 September 2017

Tentang Membaca

Di balik gerakan literasi sekolah dan penerapannya.


"Sekarang waktunya baca. Silahkan ambil satu buku yang belum kalian baca di rak! Kita punya waktu 15 menit ya!" 

Tanpa dua kali perintah, anak-anak bergegas mengambil buku satu-satu. Ada beberapa anak yang berebut buku sebelum akhirnya ada salah dua yang mengalah, lalu mengambil buku yang lain.
Lima menit pertama suasana benar-benar lengang....

Dan pada menit keenam, ada satu-dua yang mulai iseng menjahili teman sebangku, lalu pada menit kesepuluh, suasana kelas mulai menjadi riuh rendah tak terkendali. Pecah sudah konsentrasi membaca.

Jika sudah begitu, untuk mengalahkan kebisingan, harus ada halilintar menyambar yang memekakkan telinga. Hahaha. Lalu dongeng dimulai. Suasana tenang kembali, karena semua mata tertuju padaku.

Cara mendekati jiwa anak-anak paling efektif, sekaligus menumbuhkan minat baca mereka adalah melalui mendongeng dan bercerita. Walaupun sudah disediakan waktu khusus untuk membaca pun, mereka tidak akan tahan lebih dari setengah jam.

Pembiasaan membaca dari rumah juga bisa menjadi sangat efektif, karena anak-anak punya role model yang paling sering mereka temui setiap hari; orang tuanya. Percuma saja kita ingin anak kita membaca, jika kita tidak pernah mencontohkannya. Semangat melek literasi!

*Notes; bacaan tidak harus melulu buku tebal ya, sekarang sudah banyak website-website yang punya segudang bacaan menarik untuk dibaca. Asal kita jeli dan selektif, ilmu itu ada dimana-mana.

Jumat, 22 September 2017

Membiasakan sholat jenazah dan sholat ghoib

Jam menunjukkan pukul tujuh. Siswa-siswi SD Muhammadiyah Purin sudah terbiasa berbaris antri mengambil air wudhu di depan kelas untuk kemudian sholat dhuha.
Dari grup WhatsApp ada kabar duka dari Siswa kelas 2 bahwa kakeknya meninggal di kota Pemalang.

"Ust, busnya kok nggak datang-datang??" Seloroh seorang siswa kelas 3 yang bergerombol di depan kelas 1 bersama teman-temannya.
"Lho, tadi pengumumannya sholat Ghoib, sayang.." jawab Pak Nurudin sembari tersenyum.

"Oooohhhh.... sholat ghoib," seru mereka. Anak-anak itu bergegas naik lagi ke kelasnya di lantai 2.
Ya. Karena pembiasaan sholat jenazah sejak dini untuk mensolati jenazah, anak-anak menjadi terbiasa dan tidak takut. Kali ini mereka pun paham jika sholat ghoib berarti sholat untuk jenazah yang berjarak jauh. Benar-benar anak cerdas!

Semoga pembiasaan-pembiasaan baik sejak kecil menjadi bekal akhlak anak-anak ketika dewasa kelak. Mereka tanggap jika ada anggota keluarga ataupun tetangga yang sesama muslim meninggal, untuk mensolati setelah jenazah disucikan. Bapak Ibu yang dirahmati Allah, mereka adalah calon Generasi Sholih harapan Nusa dan Bangsa, in sya'a Allah.

Senin, 18 September 2017

Wajah yang menyenangkan dari piawai bercerita

Gara-gara tidak sengaja beli buku-buku Torey Hayden belasan tahun lalu, aku mengenal dunia psikologi secara tidak sengaja sejak dini. Menjadi seorang Psikolog dan Pengajar muda di daerah kumuh Imigran membuat Torey menjadi salah satu guru yang sangat diperhitungkan di bidangnya. Terutama karena dia menulis dan mendokumentasikan aktivitas mengajarnya melalui buku-buku semi novel, yang mendunia sehingga sampai di tanganku.

--Torey, panggilan akrab dari Victoria Hayden, berhadapan langsung dengan penderita skizofrenia akut, anak-anak autis, dan seorang anak yang masuk pengadilan negara karena membakar hidup-hidup anak usia 8 tahun (Sheila; Luka Hati Seorang gadis kecil) dalam satu kelas sekaligus. Bisa dibayangkan? Gak kebayang kalo itu jadi kelasku! Seremmm!!!

Di tangan Torey, anak-anak itu dapat menghabiskan beberapa semester untuk mengikuti kelas dan menjalani pengobatan intensif. Satu hal yang terekam jelas dalam buku-buku Torey adalah metode bercerita miliknya. Face to face.

--Torey memiliki wajah yang menyenangkan dan piawai bercerita, sehingga di tangannya anak-anak berkebutuhan khusus dapat lebih membuka diri dan bercerita tentang ketakutan-ketakutan yang dideritanya. Anak-anak pun lebih mudah percaya dan terbuka. Faktor keikhlasan juga salah satu kunci sukses sehingga kelasnya bisa menjadi kelas inspiratif dan menghasilkan buku-buku yang mendunia.

Rabu, 13 September 2017

Agar Mereka Suka Membaca

Dengan membaca, anak-anak melihat dunia.

Dengan membaca, anak-anak bisa berada dimana saja di belahan bumi ini.

Dengan  membaca, anak-anak bisa menjadi apa saja.

Dengan buku, imajinasi anak-anak akan terbangun.

Buku adalah jendela dunia.

Buku adalah kendaraan anak-anak untuk melihat dunia yang lebih luas.

Terimakasih, cinta!

Terimakasih untuk terus menaburkan kebaikan dan cinta ke dalam hidupku.
Terimakasih telah menjadi cinta tiada berujung yang mengisi jiwa ini.
Terimakasih, cinta.
Tiada balasan apapun dariku kecuali untuk Engkau selalu mendapatkan kebaikan yang berlimpah dari Sang Maha Pemurah.

Rabu, 13 September 2017

Minggu, 10 September 2017

Tentang Malvin: anak bermata sendu

Sudah dua minggu terakhir Malvin, siswa baru kelas 1 At-tin SD Muhammadiyah, berangkat sekolah dengan berurai air mata. Kami yang menyambut di gerbang sekolah dengan berbagai ekspresi lucupun tak dihiraukannya. Ketika ditanya kenapa menangis, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala tak mau menjawab. Tangisannya akan reda sama sekali setelah jam menunjukkan pukul 9, saat jam pertama usai.

Klimaksnya, pada minggu ketiga tangisan Malvin melengking lebih keras dari hari-hari sebelumnya dan otomatis membuat teman-teman sekelasnya terganggu. Kegiatan Belajar Mengajar pun terhenti seketika dan Malvin dikeluarkan dari kelas. Untuk pertama kalinya, aku menggandeng tangan mungilnya untuk menuju kantor bersamaku. Tangisnya makin menjadi, dengan sesenggukan yang lebih keras. "A aa ku... Huhuhuhu..."
"Ayo kita main sebentar di kantor?" Dia menatapku agak lama sebelum kemudian mengangguk.

Setibanya di kantor, aku mencari-cari benda apa yang bisa mengalihkan perhatiannya. Makanankah?
"Ada keripik pisang coklat, mau?" Dia hanya terdiam dan tak menanggapi. Oke, sabar.
"Hmm enaknya.. rugi kalo nanti kehabisan! Serius gak mau?" Pada gigitan keripik ketiga dia mulai tergiur mau dan makan masih dengan sesenggukan.
Aku menemukan tumpukan papan catur di rak paling atas.
"Yuk kita belajar main catur hari ini," aku membuka papan catur dan menjelaskan cara mainnya.
"Tau gak Malvin, kenapa kok pion jalannya cuma bisa satu langkah?"
Dia mulai tertarik. Menggeleng cepat.
"Karena pion adalah contoh bagi kita semua..." Aku terdiam sejenak, memikirkan kalimat apa selanjutnya,
"...bahwa dengan berjalan pelan pun kita juga akan sampai tujuan, walaupun membutuhkan waktu yang jauh lebih lama daripada yang berjalan cepat,"
"Malvin baru pertama kali main catur?"
"Iya," untuk pertama kalinya, dia bicara tanpa tangis sesenggukan.
"Besok ajak ayah main catur ya?"
"Iya ust. Kalo ini apa?" Mulai penasaran dengan banteng.
"Tadi Malvin kenapa nangis keras banget?"
"Ayahku tadi lupa gak pamit waktu mau berangkat kerja..." Matanya berkaca-kaca lagi.
"Besok, sebelum ayah berangkat kerja, Malvin ingetin ayahnya... Yah, ayah lupa belum pamit mau berangkat kerja! Gitu, ya?" Malvin mengangguk dengan pasti.
"Besok aku boleh main catur lagi, ust Ica?" tanyanya. Aku tersenyum.
"Boleh dong. Tapi waktu jam istirahat, ya!"

Sejak saat itu setiap aku berpapasan dengannya, Malvin selalu menyapaku dengan ceria, "Ust Icaaa!" Sambil dadadada...
Ajaibnya, dia udah gak mewek an lagi. Nah, gitu dong sayang. Kan tcakeep! 👻