Minggu, 10 September 2017

Tentang Malvin: anak bermata sendu

Sudah dua minggu terakhir Malvin, siswa baru kelas 1 At-tin SD Muhammadiyah, berangkat sekolah dengan berurai air mata. Kami yang menyambut di gerbang sekolah dengan berbagai ekspresi lucupun tak dihiraukannya. Ketika ditanya kenapa menangis, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala tak mau menjawab. Tangisannya akan reda sama sekali setelah jam menunjukkan pukul 9, saat jam pertama usai.

Klimaksnya, pada minggu ketiga tangisan Malvin melengking lebih keras dari hari-hari sebelumnya dan otomatis membuat teman-teman sekelasnya terganggu. Kegiatan Belajar Mengajar pun terhenti seketika dan Malvin dikeluarkan dari kelas. Untuk pertama kalinya, aku menggandeng tangan mungilnya untuk menuju kantor bersamaku. Tangisnya makin menjadi, dengan sesenggukan yang lebih keras. "A aa ku... Huhuhuhu..."
"Ayo kita main sebentar di kantor?" Dia menatapku agak lama sebelum kemudian mengangguk.

Setibanya di kantor, aku mencari-cari benda apa yang bisa mengalihkan perhatiannya. Makanankah?
"Ada keripik pisang coklat, mau?" Dia hanya terdiam dan tak menanggapi. Oke, sabar.
"Hmm enaknya.. rugi kalo nanti kehabisan! Serius gak mau?" Pada gigitan keripik ketiga dia mulai tergiur mau dan makan masih dengan sesenggukan.
Aku menemukan tumpukan papan catur di rak paling atas.
"Yuk kita belajar main catur hari ini," aku membuka papan catur dan menjelaskan cara mainnya.
"Tau gak Malvin, kenapa kok pion jalannya cuma bisa satu langkah?"
Dia mulai tertarik. Menggeleng cepat.
"Karena pion adalah contoh bagi kita semua..." Aku terdiam sejenak, memikirkan kalimat apa selanjutnya,
"...bahwa dengan berjalan pelan pun kita juga akan sampai tujuan, walaupun membutuhkan waktu yang jauh lebih lama daripada yang berjalan cepat,"
"Malvin baru pertama kali main catur?"
"Iya," untuk pertama kalinya, dia bicara tanpa tangis sesenggukan.
"Besok ajak ayah main catur ya?"
"Iya ust. Kalo ini apa?" Mulai penasaran dengan banteng.
"Tadi Malvin kenapa nangis keras banget?"
"Ayahku tadi lupa gak pamit waktu mau berangkat kerja..." Matanya berkaca-kaca lagi.
"Besok, sebelum ayah berangkat kerja, Malvin ingetin ayahnya... Yah, ayah lupa belum pamit mau berangkat kerja! Gitu, ya?" Malvin mengangguk dengan pasti.
"Besok aku boleh main catur lagi, ust Ica?" tanyanya. Aku tersenyum.
"Boleh dong. Tapi waktu jam istirahat, ya!"

Sejak saat itu setiap aku berpapasan dengannya, Malvin selalu menyapaku dengan ceria, "Ust Icaaa!" Sambil dadadada...
Ajaibnya, dia udah gak mewek an lagi. Nah, gitu dong sayang. Kan tcakeep! 👻

0 komentar:

Posting Komentar