Sabtu, 13 Februari 2021

Insting Keibuanku

 Aku masih tak habis pikir, bisa-bisanya rumah sakit menempatkan ibu yang baru saja kehilangan bayinya ke kamar perawatan yang penuh dengan tangisan bayi! Setiap bayiku menangis, aku harap-harap cemas melihat ke sebelah kiriku, takut mereka berdua terganggu istirahatnya. Pengen cepet pulang!

“Yang, kamu gaktanya ke perawat soal kapan aku boleh pulang?” tanyaku pada suamiku yang sedang menikmati makan siang di sampingku.
“Udah tanya. Sebenernya kamu sama kakak udah boleh pulang, tapi peraturan dari BPJS Kesehatan pasien wajib rawap inap minimal 1 hari,”
“Intinya boleh pulang kapan?” cecarku tak sabaran.
“Masih nginep semalam lagi. Besok baru boleh pulang,” jawab suamiku, melanjutkan sesi makan.
Jarum jam seperti berdetak lebih lambat, akhirnya satu hari berlalu. Aku dan bayiku diperbolehkan pulang. Aku berpamitan kepada dua ibu, teman sekamarku selama satu hari satu malam ini. Iba sekali rasanya menatap mereka berdua. Semoga mereka lekas pulih dan dapat menerima keketapan takdir-Nya dengan baik meskipun sulit.
Orang tuaku menjemput tepat saat aku dan suamiku keluar dari gedung rumah sakit.
“Mari kita pulang, cucuku!” ucap umi kepada cucunya. Aku tertawa bahagia. Baru kemarin aku berpeluh campuran antara keringat, air ketuban dan darah. Hari ini aku sudah berdiri tegak menggendong anakku dengan selamat. Aku akan belajar untuk selalu bersyukur Ya Allah!
Mengurus bayi baru lahir ternyata butuh persiapan mental yang kuat. Belum pulih benar badanku pasca perjuangan melahirkan kemarin, pegal-pegal masih menjalar di sekujur tubuh. Sejak pulang ke rumah, anakku mulai bisa menyusu dengan tenang dan jauh lebih sering dari hari sebelumnya. Setiap ada tangisan bayi pasti umiku berkata, “Umi, aku haus! (berkata untuk bayiku).”
Meskipun masih kesulitan untuk menemukan posisi ternyaman menyusui, aku masih gigih berusaha untuk belajar menyusui. Aku ibu pembelajar, aku bisa! Inilah mottoku yang selalu kuingat-ingat setiap kali lelah datang. Malam itu aku tidur lebih nyenyak dari kemarin. Tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara umiku. “Ca, bangun! Anakmu butuh menyusu,”
“Aku capek, nanti ya!” refleks aku ingin lanjut tidur lagi.
“Kalo anakmu sakit gara-gara ibunya ga nenenin, piye?” aku terkesiap, bangun seketika. Insting keibuanku pun mulai muncul sejak malam ini. Aku mengambil bayiku dari tempat tidurnya, bersiap siaga menyusui.


0 komentar:

Posting Komentar