Sabtu, 13 Februari 2021

Cerita Lahiranku: Bangsal Berduka

 Aku dipindahkan ke bangsal kelas 2 sesuai kelas BPJS Kesehatan milik suamiku. Di dalam 1 kamar rawat inap ibu bersalin kelas 2 terdapat 4 ranjang pasien dan 3-3 nya telah terisi. Aku pasien terakhir yang mengisi kamar itu. Dengan ramah, kusapa semua ibu yang sekamar denganku satu-satu. Pada pukul 7 pagi aku memberanikan diri untuk mandi, berjalan kaki ke kamar mandi tanpa bantuan untuk pertama kalinya setelah persalinan. Rasanya seperti ada jepit rambut yang sengaja dipakaikan di kemaluan. Aku berjalan persis seperti protokol pengantin Jawa yang harus berjalan pelan-pelan dan ekstra hati-hati. Perihhh sekali,

Ibuku datang tepat setelah adzan solat dhuhur berkumandang, dan langsung heboh menggendong, mencium, mengudang, menyapa cucu pertamanya tanpa menghiraukanku. Ya maklumlah, neli. Nenek lincah!
Tugas perdana setelah menyandang status sebagai ibu adalah menyusui. Tak semua Ibu beruntung dapat menyusui dengan lancar. Aku pun mengalami kesulitan menyusui, banyak posisi kucoba tapi seperti tidak ada yang benar-benar nyaman untukku atau bayiku.
“Kok aku gak gitu ya dulu,” ujar umiku. Aku menelan ludah, jadi sedikit goyah. Bismillah, aku berusaha mencari posisi lagi. ASI ku pun tak kunjung keluar. Tenang, ca, tenang. Bismillah, aku bisa. Aku yakin bisa!
Menjelang ashar, ibu dan bapak mertuaku datang menjenguk. Saat bayiku digendong ibu mertua, beliau iseng bertanya kepada pasien di sebelahku, “Bu, bayinya pundhi? Kok mboten disusui?” yang berarti: Bu, bayinya mana? Kok tidak disusui?
Dua pasien di sebelah kiriku memang tidak terlihat dengan bayinya sejak pertama kali aku masuk ruangan ini. Penunggu pasien di sebelahku tiba-tiba berdiri dan membisiki ibu mertuaku. “Bayinya meninggal, yang di pojok itu juga. Bayinya gak ada,” karena jarakku dengan mereka berdua dekat sekali, aku mendengar bisikannya dengan jelas. Crazy. Masa rumah sakit tidak memisahkan bangsal ibu yang berduka dan ibu yang bersuka cita? Bagaimana perasaannya melihat ibu lain yang satu kamar dengannya, menggendong bayinya dengan bahagia, sedangkan dirinya sedang berduka kehilangan bayinya?
Ibu bersalin di sebelahku kehilangan bayinya saat kandungannya berusia 7 bulan. Dia terpaksa bersalin secara sesar setelah mengetahui hasil usg janin telah meninggal di dalam kandungan. Sedangkan Ibu di pojokan ruangan, kehilangan bayinya sehari setelah kebersamaannya yang hanya sesaat di dunia.

0 komentar:

Posting Komentar