Sabtu, 13 Februari 2021

Tetangga Baru

Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga
Sepertinya lagu ini sangat pas diputar dalam suasana pagi ini. Nenekku yang berusia hampir 80 tahun sedang menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua: anak, mantu, cucu dan cicitnya. Kami berkumpul untuk menikmati sarapan pagi dalam momen pindahan rumahku. Menu utamanya adalah nasi kluban, sayuran berbagai macam yang direbus dengan topping sambal parutan kelapa dan lauk pauk dari ayam opor, tahu dan tempe kuning serta tak ketinggalan ikan teri. Nikmat sekali rasanya karena dinikmati bersama orang-orang yang kusayangi.
Anakku yang baru berusia empat bulan masih sering tertidur setelah sesi menyusui. Sepupuku yang berusia 7 bulan sedang disuapi oleh ibunya, tanteku. Aku membantu nenekku supaya lebih cepat menyiapkan sarapan bersama ini.
“Ca, kayaknya ada sayur kelilingan di depan rumah. Beli sekalian buat stokmu di kulkas. Sekalian kenalan sama tetangga sekitar sini,” kata umi.
“Oke mi, tak ambil uang dulu,” jawabku sembari berjalan masuk kamar, mengambil dompet.
Ketika aku keluar rumah, beberapa ibu sedang mengerumuni tukang sayur keliling. Aku tersenyum ke arah mereka, yang langsung dibalas dengan senyuman ramah dari mereka. Mayoritas ibu separuh baya, di atas usia umiku mungkin.
“Baru pindahan ya, mbak?” tanya seorang ibu berkacamata. Aku mengangguk.
“Nggih, bu, semalam malam pertama di sini,” jawabku.
“Pantesan, aku kayak denger ada suara bayi. Bayi jenengan, kah?”
“Oo iya bu, bayi saya mungkin semalam menangis. Maaf ya, bu, mengganggu istirahatnya,”
“Walah, gak apa-apa mbak. Maklum kalau bayi menangis,” aku melanjutkan obrolan pagi sambil memilih sayuran, berkenalan dengan tetangga baruku satu-satu. Ternyata benar dugaanku, mayoritas nenek-nenek yang usianya jauh di atas ibuku. Ada eyang Uti, eyang Emo, bu Tatik, dan dokter Risna. Ketika nenekku berjalan keluar rumah membuang sampah, aku pun memperkenalkan nenekku. “Niki simbah saya, bu,”
“Sehat nggih mbah,” ujar bu Tatik.
“Nggih, Alhamdulillah bu. Titip cucu saya ya bu, kalau nakal dijewer mawon,” ucap nenekku disambut derai tawa dari ibu-ibu tetangga baruku. Aku pun ikut tertawa. Dasar, mbah Mun. Bisa aja bercandanya.

0 komentar:

Posting Komentar