Jumat, 18 Desember 2015

Passport to Happiness; A healing journey!

Sudah lamaa sekali sejak terakhir kali aku meresensi buku yang kubaca. A passport to happiness. Sebuah buku tentang perjalanan seorang wanita yang terluka akan cinta dan kehidupan. Tetapi Ia bangkit dan kemudian menemukan dirinya yang sebenarnya: Penjelajah Dunia!

Perjalanannya dimulai dari Ubud, Bali, sesaat sebelum Ia bercerai dari pernikahan yang telah dijalaninya bertahun-tahun. Berkat seorang kenalannya, Ia dapat bertemu dengan I Ketut Liyer. Seorang tokoh yang terkenal dari novel best seller Eat, Pray, Love.
Dari situlah, Ollie, sang tokoh sentral dalam cerita ini mengumpulkan kepingan-kepingan dirinya yang hancur untuk kemudian bangkit, memulai perjalanannya sendiri.
Dia mengikuti konferensi bisnis Internasional, mempererat pertemanan dengan orang-orang dari belahan benua lain, dan menulis. 

Ollie mengunjungi Dublin dan indahnya karya puisi dari penyair-penyairnya, mengalami sendiri betapa romantisnya Moscow, kebalikan dari apa yang terdengar dari kota super dingin itu, bertemu dengan mantan cintanya di London, Blind date di Paris, berbagi dengan pelajar di Asia tengah, menjalin hubungan dengan seseorang yang Ia harap bisa menjadi belahan jiwanya di Maroko, mengunjungi kayanya peradaban jaman dahulu di Istanbul, hingga Alexandria, tempat berdirinya salah satu perpustakaan terbesar di dunia, dimana gulungan-gulungan papirus masih disimpan rapi di sana. Dan diakhiri di kota impian, New York.
Dalam perjalanan itulah Ia menyaksikan tempat-tempat baru yang Ia impikan sejak remaja, yang justru dapat Ia kunjungi setelah resmi menyandang statusnya sebagai janda-cerai hidup. Ollie menemukan bahwa hubungan tanpa chemistry bagaikan sayur tanpa garam; akan terasa selalu hambar. Bahwa Ia belajar menyikapi permasalahan hidup dan bersabar untuk Sang Cinta. 

Menurutnya, ketika kita belum kunjung menemukan belahan jiwa, mungkin kita belum menaikkan standar kualitas diri untuk calon pasangan kita.
Ollie mengajarkan kepada para wanita, khususnya para wanita muda, bahwa kehilangan cinta bukan berarti kehilangan segalanya. Masih banyak kenikmatan yang diberikan Allah SWT tentang kehidupan. Bahwa kita dapat menemukan cinta dalam perjalanan. Mulailah perjalananmu sendiri, akan kau temukan jawaban di dalamnya tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidupmu.

0 komentar:

Posting Komentar