Minggu, 20 Desember 2015

Ketika masakan terasa hambar #part 1


Untuk kamu yang merasa masih amatir masak, pasti pernah kan, memasak sesuatu yang rasanya hambar. Entah sayur, lauk, atau gorengan. Yang kurang asin lah, kurang sedep, kurang pedes, de el el. Apa yang kamu tambahkan untuk membuat masakanmu tidak hambar lagi?
Untukku, solusi jitunya gampang; nyambel! Oleh karena itu, wajib hukumnya harus selalu punya persediaan cabe di kulkas. Di sela-sela mengulek cabe, umi memulainya. Salah satu percakapan yang paling kubenci.
“Jadi, siapa dia?”
“Siapa apanya?” sahutku pendek.
“Qia lagi deket sama siapa sekarang?”
“Nggak ada mi,”
“Nggak ada apanya? Yang kemarin di foto itu siapa coba?” Oke. Fine. Aku gak bisa kucing-kucingan sama Ummiku sendiri.
“Sudah selesai kok,” Sulit sekali mengatakannya, tapi akhirnya keluar juga. “Setidaknya menurut Qia begitu. Nggak ada yang melanjutkannya lagi, jadi yasudah, sepertinya juga nggak ada gaya tarik magnetnya,” jelasku panjang lebar.
“Sepertinya bukan itu saja masalahnya, kan?” Selidik Ummi.
“Beneran gitu ceritanya. Memang sih kemarin masih bbm, itu pun cuma ucapan ulang tahun. That’s all,”
“Qia ya yang menghindar duluan?” Aku terdiam agak lama.
“Nggak berasa apa-apa mi, hambar. Qia penginnya bisa ngobrol santai sama dia, diskusi tentang banyak hal, biar bisa tau persamaan dan perbedaan di antara kita. Tapi dia sedikit omongnya kalo di depanku. Padahal kata temennya, dia gak kalah cerewetnya sama Qia. Tapi kok kalo depan Qia, dia nggak ngomong banyak?” Ummi tersenyum simpul.
“Kamu kira, dulu Abahmu langsung ceplas-ceplos ngobrol sana sini sama Ummi? Bahkan, untuk menatap kedua mata Ummi saja tidak berani. Malu, katanya. Ada kalanya begitu. Ketika kita di depan orang yang kita suka, saking gugupnya, kita tidak bisa berkata apa-apa,”
“Duh Ummi.. jaman sekarang mana ada laki-laki yang kayak Abah begitu. Punya rasa malu begitu besarnya,”
“Masih banyak yang punya rasa malu seperti itu, sayang, yah.. sebagian ada lah! Terus gimana?”
“Gimana apanya mi?”
“Sama dia gimana? Qia gak coba bbm lagi?” Ummiku pantang menyerah.
“Sekali udah ya udah umi.. masa Qia bbm duluan, tengsin! Gengsi layaw!” sahutku sambil menahan tawa. Ummi menaruh banyak cabe di cobek.
“Kok banyak banget cabenya, ntar sakit perut gimana?”
“Biar gak gengsian!”
“Ih, Ummi!”

Ummi meninggalkanku di dapur.

0 komentar:

Posting Komentar