I’m
not working for money, nor passion, I’m working for contribution. -Anonymous
Khairun-naasi anfa’uhum
wa ahsanuhum khuluqan.
Sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang-orang lainnya (kepentingan banyak
orang, jamak) dengan akhlaq yang sebaik-baiknya. ~Arabic proverb
Pernahkah
kamu benar-benar merenungkan hidup, bahwa apakah kamu benar-benar telah
menjalaninya dengan maksimal? Aku sedang memikirkannya. Bagaimana jika aku
benar-benar menjalankan segala sesuatunya dengan maksimal? Apakah akan seperti
ini jadinya? Atau, dengan nada paling pesimis dari hati, ah, walaupun sudah berusaha maksimal pun toh akan begini-begini saja.
Tetapi
kita muslim yang sangat tidak dianjurkan untuk berandai-andai saja. Demi waktu
yang bergerak dengan cepat, akhirnya aku pun mulai bergerak dengan cepat
mengiringi langkah sang waktu, walaupun seringkali terseok-seok ketika
berjalan, bahkan terjatuh. Lalu bangkit. Lalu jatuh lagi. Kemudian, ketika
bangkit lagi, aku menemukan banyak sumber tenaga, dukungan dan kebahagiaan
dimana-mana. Demi berubahnya zaman, aku harus berubah. Lalu seiring berakhirnya
bulan Februari awal tahun baru ini, aku pun menyadari satu hal: Aku
bertransformasi menjadi orang lain yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku
mulai mengerjakan apapun yang ada di depanku dengan sungguh-sungguh.
Ketika
menyambut hari yang baru, aku bisa merasakan sensasi hari itu, dari perasaan
menggebu-nggebu akan menyambut pekerjaan, atau mau masak sarapan apa hari ini,
senang, gundah gulana, dan yang terlebih dari semua sensasi itu adalah hati
yang berseri-seri. Seolah-olah seperti aku menemukan ritme hidupku. Adakah hari-hari
yang lebih berbahagia selain menyambut hari itu dengan hati yang berseri-seri? :)
Ah, benarkah aku sudah
sedewasa itu? Lalu siapa lagi yang akan merubah diri kita jika bukan kita
sendiri yang merubahnya? *dalem
Berawal dari kelas
bercerita
Sejak
penghujung 2015, tawaran mengajar menghampiriku. Alih-alih langsung menerima,
aku ciut. Nggak pede. Banyak orang yang ingin bekerja dengan harus melamar
terdahulu, bersusah-payah bikin resume diri, kok aku langsung dengan gampangnya
dilamar pekerjaan? Sadar dong caaa, heyyy siapa elo?? Suara berkecil hati
terus-menerus merongrong menambah sisi pesimisku.
Tapi ini adalah tantangan,
kata abah. Ortu terus mendukungku sampai sebulan kemudian, Aku bertemu ketua komite
sekolah lain yang meminta hal yang kurang lebih sama: tawaran mengajar yang
lain. Padahal, aku tengah mengurus lamaran kerjaku yang pertama untuk sebuah
Institusi Pemerintah di awal tahun ini. Akhirnya pertimbangan yang matang
dimulai. Karena opsi pertama adalah sekolah baru yang baru meluluskan satu
generasi, yang insyaALLAH menurutku adalah sekolah yang embrionya akan terus
tumbuh berkembang, jadi aku putuskan masuk ke sekolah itu, dan aku akan ikut berkembang di dalamnya. Opsi lainnya
adalah karena sekolah itulah yang melamar duluan, tentu saja. Dengan catatan: Aku
akan mengawal murid-muridku menjadi melek dunia literasi, di samping mengajar bahasa
Inggris.
Akhirnya
setiap malam sebelum mengajar keesokan harinya aku kembali menemukan diriku
yang baru. Besok materi apa yang akan
kusampaikan? Apakah buku ini kira-kira baik untuk materi minggu depan? AH! Harus
ke toko buku lagi. Stok materi habis! Setiap hari selalu ada insiden
kebakaran jenggot karena perubahan dari wanita malam menjadi wanita pagi! Hahaha
Dan
aku menamai kelasku dengan kelas bercerita. Satu kelas yang benar-benar
terinspirasi dari orang lain yang akhirnya kuwujudkan!
Ada
yang sudah baca Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin nya bang Tere-Liye?
Yang sudah baca pasti kenal dengan karakter kak Danar. Okey kuakui aku emang
terhanyut-hanyut dengan novel satu ini alias fans nomor wahid. Tapi itu
semata-mata karena baru kali ini baca novel Tere-Liye dengan plot flash back
dan kebetulan saja beberapa kisahnya memang pernah kualami. (yang terakhir gak
usah terlalu percaya aja).
Kak
danar adalah penyelamat hidup Tania, seperti seorang dewa yang khusus dikirim Allah
untuk memberi Tania dan keluarga kecilnya harapan hidup yang lebih baik dari
kerasnya hidup di jalanan. Dan kak Danar ini, mempunyai kelas bercerita untuk
anak-anak kompleks tiap minggu di rumahnya. Kebiasaan yang Akhirnya menurun
kepada Tania dan Dede, adiknya, ketika mereka berdua tinggal bersama kak Danar
dan beranjak dewasa.
Kembali
ke
kelas bercerita, ada kepuasan tersendiri dari berbagi apa yang telah
kita
lihat dan baca dari buku, bahkan hidup, untuk orang lain. Apalagi
melihat ekspresi
penasaran anak-anak yang menunggu kelanjutan ceritaku sambil melingkar
duduk di
sekitarku. Sebisa mungkin, walaupun aku memang bakat galak, aku membuat
kelasku senyaman-nyamannya kelas yang ingin aku ciptakan, agar apa yang
aku sampaikan, mengena ke sanubari kecil mereka. Tentunya dengan
diiringi materi-materi
yang baik untuk anak-anak seumur mereka.
Jauh
sebelum aku mengenal Daun yang Jatuh Tidak pernah membenci angin, aku mengenal
dunia bercerita dari Almarhum kakekku. Beliau adalah pencerita ulung di madrasah tempat aku menimba ilmu agama dulu, yang bisa
memainkan mimik dengan ekspresif (Sampai saat ini aku masih berusaha bermimik
bagus sesuai alur cerita, tapi masih susah). Dan putrinya, alias Ummi,
Ibundaku, yang juga pendongeng sejati. Mungkin dari situlah intuisi berceritaku
dimulai, hingga akhirnya tercipta kelas bercerita. Bukan main-main... ini bukan
hanya khayalan atau bayangan saja...
Kelas
berceritaku akhirnya benar-benar tercipta! Alhamdulillah! Terima kasih Ya Rabb!
Asal
kau tahu, kamu akan selalu menemukan dirimu yang lain, dirimu yang kamu belum
pernah menjadinya sebelumnya. Walaupun seringkali manusia melakukan kesalahan,
yang terbaik adalah memperbaiki diri. Manusia memang telah diilhami oleh
penciptanya untuk terus berkembang menjadi insan yang lebih baik, selalu.