Namanya Mbak Is. Usianya mungkin sekitar 40an akhir atau 50an awal. Beliau adalah ART di rumah kami. Mbak Is tinggal tak jauh dari rumah tinggal kami dengan kakaknya yang bernama mbak Tur. Jika mbak Is adalah asisten rumah tangga, mbak Tur adalah asisten di toko. Keduanya adalah sosok pekerja keras dan disiplin di bidang mereka masing-masing.
Jika aku sudah menikah selama lima tahun, maka kira-kira aku sudah menikmati hidangan buatan mbak Is selama 3 tahun lebih atau 2700 kali makan. Masakan mbak Is gak ada obatnya! Semuanya lezat dan gak bisa didebat. Aku orang yang ga bakal bisa rewel sama masakan mbak Is pokoknya. Berkat mbak Is pula skill masakku tidak ada peningkatan. Aku hanya menguasai beberapa menu sederhana dan berkat pandemi selama dua tahun, tahu cara membuat adonan roti. Tapi selebihnya, karena tidak pernah masak, skill memasakku yaaa... begitu-begitu saja. Kreatifitas memasak hanya muncul saat anak benar-benar tidak mau makan.
Jam kerja mbak Is sangat panjang dan padat. Mbak Is datang ke rumah kami sebelum pukul enam pagi. Beliau selalu memulai aktivitas pagi dengan menanak nasi. Ajaibnya, nasi buatan mbak Is hingga sore jarang sekali bau atau berubah warna. Dia tahu cara menghitung jumlah kebutuhan nasi harian berdasarkan jumlah orang di rumah. Jadi, nasi selalu baru dan tidak pernah kurang. Dengan tangan ajaib mbak Is, aku selalu makan masakan baru dan hangat. Jika ada nasi sisa pun, selalu bermanfaat karena dijemur dan ternyata bisa dijual untuk pakan bebek (asli aku baru tahu soal ini dari mbak Is!! Kalo ada nasi sisa, dijemur dulu sampe kering lalu dijual ya gaesss!)
Mbak Is tidak hanya mengerjakan 1 pekerjaan dalam 1 waktu. Saat menanak nasi, beliau juga memasukkan seluruh pakaian kotor ke mesin cuci, dilanjutkan menyapu halaman (yang cukup luas!), menyirami tanaman (yang cukup banyak). Selain itu, kadang dia juga menyiapkan sarapan untuk semua orang!
Tidak cukup sampai di situ, mbak Is begitu kuatnya mengerjakan semua itu tanpa sarapan terlebih dahulu. Dia terbiasa sarapan pada pukul sembilan pagi. Sesaat sebelum mandi. Saat aku kerepotan dengan kedua anakku, dia juga ringan tangan membantu tanpa ba bi bu...
Dan yang membuatku heran.... Mbak Is terlihat bahagia melakukan semua itu. Dia adalah generasi yang beruntung karena merasa tidak perlu mengenal gadget. Setelah kuamati dengan lebih serius, satu-satunya productivity booster mbak Is adalah karena beliau sama sekali tidak memegang HP!
Jadi dibalik semua pekerjaanmu yang tertunda, ada waktu "haram" yang terlalu banyak kau gunakan untuk berselancar di HP/internet. Makjleb!
Terima kasih telah mengingatkanku, mbak IsðŸ˜