Senin, 18 September 2017

Wajah yang menyenangkan dari piawai bercerita

Gara-gara tidak sengaja beli buku-buku Torey Hayden belasan tahun lalu, aku mengenal dunia psikologi secara tidak sengaja sejak dini. Menjadi seorang Psikolog dan Pengajar muda di daerah kumuh Imigran membuat Torey menjadi salah satu guru yang sangat diperhitungkan di bidangnya. Terutama karena dia menulis dan mendokumentasikan aktivitas mengajarnya melalui buku-buku semi novel, yang mendunia sehingga sampai di tanganku.

--Torey, panggilan akrab dari Victoria Hayden, berhadapan langsung dengan penderita skizofrenia akut, anak-anak autis, dan seorang anak yang masuk pengadilan negara karena membakar hidup-hidup anak usia 8 tahun (Sheila; Luka Hati Seorang gadis kecil) dalam satu kelas sekaligus. Bisa dibayangkan? Gak kebayang kalo itu jadi kelasku! Seremmm!!!

Di tangan Torey, anak-anak itu dapat menghabiskan beberapa semester untuk mengikuti kelas dan menjalani pengobatan intensif. Satu hal yang terekam jelas dalam buku-buku Torey adalah metode bercerita miliknya. Face to face.

--Torey memiliki wajah yang menyenangkan dan piawai bercerita, sehingga di tangannya anak-anak berkebutuhan khusus dapat lebih membuka diri dan bercerita tentang ketakutan-ketakutan yang dideritanya. Anak-anak pun lebih mudah percaya dan terbuka. Faktor keikhlasan juga salah satu kunci sukses sehingga kelasnya bisa menjadi kelas inspiratif dan menghasilkan buku-buku yang mendunia.

Rabu, 13 September 2017

Agar Mereka Suka Membaca

Dengan membaca, anak-anak melihat dunia.

Dengan membaca, anak-anak bisa berada dimana saja di belahan bumi ini.

Dengan  membaca, anak-anak bisa menjadi apa saja.

Dengan buku, imajinasi anak-anak akan terbangun.

Buku adalah jendela dunia.

Buku adalah kendaraan anak-anak untuk melihat dunia yang lebih luas.

Terimakasih, cinta!

Terimakasih untuk terus menaburkan kebaikan dan cinta ke dalam hidupku.
Terimakasih telah menjadi cinta tiada berujung yang mengisi jiwa ini.
Terimakasih, cinta.
Tiada balasan apapun dariku kecuali untuk Engkau selalu mendapatkan kebaikan yang berlimpah dari Sang Maha Pemurah.

Rabu, 13 September 2017

Minggu, 10 September 2017

Tentang Malvin: anak bermata sendu

Sudah dua minggu terakhir Malvin, siswa baru kelas 1 At-tin SD Muhammadiyah, berangkat sekolah dengan berurai air mata. Kami yang menyambut di gerbang sekolah dengan berbagai ekspresi lucupun tak dihiraukannya. Ketika ditanya kenapa menangis, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala tak mau menjawab. Tangisannya akan reda sama sekali setelah jam menunjukkan pukul 9, saat jam pertama usai.

Klimaksnya, pada minggu ketiga tangisan Malvin melengking lebih keras dari hari-hari sebelumnya dan otomatis membuat teman-teman sekelasnya terganggu. Kegiatan Belajar Mengajar pun terhenti seketika dan Malvin dikeluarkan dari kelas. Untuk pertama kalinya, aku menggandeng tangan mungilnya untuk menuju kantor bersamaku. Tangisnya makin menjadi, dengan sesenggukan yang lebih keras. "A aa ku... Huhuhuhu..."
"Ayo kita main sebentar di kantor?" Dia menatapku agak lama sebelum kemudian mengangguk.

Setibanya di kantor, aku mencari-cari benda apa yang bisa mengalihkan perhatiannya. Makanankah?
"Ada keripik pisang coklat, mau?" Dia hanya terdiam dan tak menanggapi. Oke, sabar.
"Hmm enaknya.. rugi kalo nanti kehabisan! Serius gak mau?" Pada gigitan keripik ketiga dia mulai tergiur mau dan makan masih dengan sesenggukan.
Aku menemukan tumpukan papan catur di rak paling atas.
"Yuk kita belajar main catur hari ini," aku membuka papan catur dan menjelaskan cara mainnya.
"Tau gak Malvin, kenapa kok pion jalannya cuma bisa satu langkah?"
Dia mulai tertarik. Menggeleng cepat.
"Karena pion adalah contoh bagi kita semua..." Aku terdiam sejenak, memikirkan kalimat apa selanjutnya,
"...bahwa dengan berjalan pelan pun kita juga akan sampai tujuan, walaupun membutuhkan waktu yang jauh lebih lama daripada yang berjalan cepat,"
"Malvin baru pertama kali main catur?"
"Iya," untuk pertama kalinya, dia bicara tanpa tangis sesenggukan.
"Besok ajak ayah main catur ya?"
"Iya ust. Kalo ini apa?" Mulai penasaran dengan banteng.
"Tadi Malvin kenapa nangis keras banget?"
"Ayahku tadi lupa gak pamit waktu mau berangkat kerja..." Matanya berkaca-kaca lagi.
"Besok, sebelum ayah berangkat kerja, Malvin ingetin ayahnya... Yah, ayah lupa belum pamit mau berangkat kerja! Gitu, ya?" Malvin mengangguk dengan pasti.
"Besok aku boleh main catur lagi, ust Ica?" tanyanya. Aku tersenyum.
"Boleh dong. Tapi waktu jam istirahat, ya!"

Sejak saat itu setiap aku berpapasan dengannya, Malvin selalu menyapaku dengan ceria, "Ust Icaaa!" Sambil dadadada...
Ajaibnya, dia udah gak mewek an lagi. Nah, gitu dong sayang. Kan tcakeep! 👻

Senin, 28 Agustus 2017

Mbah Mun

Mbah Mun, 72 tahun usianya bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia. Namun lincahnya ma sya'a Allah. Tiada lelah memberi... Itulah Mbah Mun. Salam sun sayang dari cucu kesayangan 💗😇

Senin, 14 Agustus 2017

Kamis, 10 Agustus 2017

Waktu itu dan masa kini part I

Yogyakarta, 11 September 2015

Punya teman yang sealiran memang asyik-asyik ngangenin. Sealiran dalam suka Heboh (yang kadang kalo baru pertama kali ketemu setelah sekian lama bakal ada adegan film India) 😅, nyambung ngobrolin apapun, suka Pramuka, sama-sama suka ngeMC dan menjalani setengah kehidupan remaja bersama-sama yang pastinya tak akan tergantikan oleh apapun.

"Aku otw Jogja, cha." Ada WA (WhatsApp) masuk dari sobat karibku itu. Pukul 21.00.

"Malem2 gini? Naek apa? Sama siapa? Perlu aku jemput, nggak?"
Waktu itu sebenarnya aku sudah dapat bocoran info soal kabar baik itu. Tapi namanya sifat jahil yang gak gampang ilang, yah, gimana lagi? Kesempatan juga bisa ngegodain Tyas. 😂

"Pokoknya nanti ketemuan aja langsung. Sekarang ngekos di daerah mana? Pokoknya aku nginep di tempatmu yaaa!"

"Seriusan ini kamu malam2 gini naik apa? Ntar kamu ke Gejayan aja pas gang samping Indomaret Jalan Alamanda. Daerah UNY."
"Oke."

Benar saja. Kamu sampai sini tengah malam, sudah lewat jam 12. And guess what, sama siapa gerangan?

"Wah wah wah.. siapa, yas?" Tanyaku menyelidik pada sosok laki-laki tinggi yang menyusul di belakangnya.
"Kenalin Cha, ini Mas A. Kenalin, ini Icha," ujar Tyas memperkenalkan kami.
"Walah, Narso to?"
"Kok tau?"
"Ada deh.. hihihi. Oia karena udah tengah malam, adinda Tyas tak culik dulu malem ini..."

Pasti banyak tanda tanya bergelayut... Dari mana kenal Narso?
Narso adalah, pemuda tanggung yang tahun lalu masih berusaha move on lalu ikutan prosesi kencan buta yang diprakarsai oleh salah satu sohib kami yang hobinya jodoh-jodohin orang. Dan aku salah satu pesertanya. Wkwkwkwk.

"Hah, serius? Berarti duluan kamu yo caa kenalnya?"
"Seribu rius! Tapi tenang aja kok yas.. waktu itu Narso Gatol.."
"Opo iku Gatol?"
"Gagal total!" Hahahaha.
"Kok bisa gagal total???"
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Bangetttt!"
"Sek ya..."

Bersambung ke part II 😂