Kamis, 31 Juli 2025
Ketika Iman Terasa Kosong
Manajemen Perhatian
Rabu, 15 Maret 2023
Mbak Is, Orang dengan Produktivitas Paling Tinggi di Rumah Kami
Namanya Mbak Is. Usianya mungkin sekitar 40an akhir atau 50an awal. Beliau adalah ART di rumah kami. Mbak Is tinggal tak jauh dari rumah tinggal kami dengan kakaknya yang bernama mbak Tur. Jika mbak Is adalah asisten rumah tangga, mbak Tur adalah asisten di toko. Keduanya adalah sosok pekerja keras dan disiplin di bidang mereka masing-masing.
Jika aku sudah menikah selama lima tahun, maka kira-kira aku sudah menikmati hidangan buatan mbak Is selama 3 tahun lebih atau 2700 kali makan. Masakan mbak Is gak ada obatnya! Semuanya lezat dan gak bisa didebat. Aku orang yang ga bakal bisa rewel sama masakan mbak Is pokoknya. Berkat mbak Is pula skill masakku tidak ada peningkatan. Aku hanya menguasai beberapa menu sederhana dan berkat pandemi selama dua tahun, tahu cara membuat adonan roti. Tapi selebihnya, karena tidak pernah masak, skill memasakku yaaa... begitu-begitu saja. Kreatifitas memasak hanya muncul saat anak benar-benar tidak mau makan.
Jam kerja mbak Is sangat panjang dan padat. Mbak Is datang ke rumah kami sebelum pukul enam pagi. Beliau selalu memulai aktivitas pagi dengan menanak nasi. Ajaibnya, nasi buatan mbak Is hingga sore jarang sekali bau atau berubah warna. Dia tahu cara menghitung jumlah kebutuhan nasi harian berdasarkan jumlah orang di rumah. Jadi, nasi selalu baru dan tidak pernah kurang. Dengan tangan ajaib mbak Is, aku selalu makan masakan baru dan hangat. Jika ada nasi sisa pun, selalu bermanfaat karena dijemur dan ternyata bisa dijual untuk pakan bebek (asli aku baru tahu soal ini dari mbak Is!! Kalo ada nasi sisa, dijemur dulu sampe kering lalu dijual ya gaesss!)
Mbak Is tidak hanya mengerjakan 1 pekerjaan dalam 1 waktu. Saat menanak nasi, beliau juga memasukkan seluruh pakaian kotor ke mesin cuci, dilanjutkan menyapu halaman (yang cukup luas!), menyirami tanaman (yang cukup banyak). Selain itu, kadang dia juga menyiapkan sarapan untuk semua orang!
Tidak cukup sampai di situ, mbak Is begitu kuatnya mengerjakan semua itu tanpa sarapan terlebih dahulu. Dia terbiasa sarapan pada pukul sembilan pagi. Sesaat sebelum mandi. Saat aku kerepotan dengan kedua anakku, dia juga ringan tangan membantu tanpa ba bi bu...
Dan yang membuatku heran.... Mbak Is terlihat bahagia melakukan semua itu. Dia adalah generasi yang beruntung karena merasa tidak perlu mengenal gadget. Setelah kuamati dengan lebih serius, satu-satunya productivity booster mbak Is adalah karena beliau sama sekali tidak memegang HP!
Jadi dibalik semua pekerjaanmu yang tertunda, ada waktu "haram" yang terlalu banyak kau gunakan untuk berselancar di HP/internet. Makjleb!
Terima kasih telah mengingatkanku, mbak IsðŸ˜
Senin, 12 September 2022
Menjadi Ibu yang Lebih Bahagia
Hai, bu, apa kabarmu hari ini? Sudahkah kau memaafkan dirimu hari ini? Sudahkah kau meluangkan waktu barang 30 menit saja hari ini khusus untuk dirimu saja? Apakah hari ini kamu sudah bilang "I love you" ke pasangan dan anak? Bagaimana caramu mengakhiri hari yang overwhelming? Hmmmmh
Ternyata menjadi ibu masih sangat sulit meski dengan banyak sekali bantuan. Aku tidak membayangkan berada di posisi perempuan yang tak memiliki satu pun sumber bantuan selama mengasuh anak-anaknya.
Ada seorang ibu yang kelelahan bekerja sambil mengasuh anaknya yang masih berusia di bawah 1 tahun, dengan suami yang juga bekerja. Karena latar belakang kepercayaan keluarga suaminya, ibu itu tak leluasa membuat keputusan yang sangat penting menyangkut anaknya sendiri. Perkara vaksin.
Terakhir kali bertemu dengannya, aku hanya bertukar sapa seperti biasa dan ternyata obrolan kami meruncing ke arah vaksinasi anak. Bahkan anaknya hanya menerima vaksinasi sekali saja yaitu sesaat setelah anak itu lahir di RS.
Saat kutanya kenapa tidak vaksin, kan gratis (Vaksinasi dasar dari Pemerintah)? Katanya tak ada satupun di keluarga suaminya yang membolehkan vaksin (doktrin agama), mereka mengkhawatirkan bahan-bahan yang terkandung di dalam vaksin. Maka anak itu tak menerima satupun vaksinasi dasar selain vaksin pertama di RS saat lahir dulu. Padahal, ibunya sangat ingin anaknya divaksin......
Ya. Mungkin akan ada yg komentar, "Kalau aku jadi dia, aku pastikan anakku divaksin. Bodo amat keluarganya bilang vaksin haram, kek. Blablabla."
Aku pun sebenarnya akan komen begitu. Ternyata....
Dia lebih memilih untuk tidak vaksin demi mempertahankan hubungan baik dengan suami dan keluarganya.
Begitulah. Tidak setiap perempuan beruntung berada di posisi ideal...
Ini udah ekonomi pas-pasan. Keluarganya jg antivak. What the heck....
Apakah dia bahagia dengan pernikahannya? Saya tidak tahu, Bu. mungkin dia bahagia karena berhasil membangun sebuah keluarga yang harmonis. Mungkin dia juga merasa bersalah karena tidak bisa mengutarakan pendapatnya sendiri atau merasa bersalah karena tidak bisa memperjuangkan apa yang terbaik untuk anaknya.
Who knows? Siapa yg tahu?
Yang jelas, perempuan yang bahagia tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan orang-orang yang disayanginya, dengan cara apapun dia akan mengupayakan apa yang terbaik untuk tujuannya.
Aku mengamati dua malaikat kecilku yang sedang tertidur pulas malam ini. Semoga aku bisa mengupayakan yang terbaik selalu untuk mereka..
Untuk semua perempuan terutama para ibu yang sedang berjuang hidup dan mati untuk orang-orang yang disayanginya... Semoga Allah selalu melindungi kita, para perempuan hebat! Aamiin!
Minggu, 11 September 2022
Melek Skincare di Usia Menjelang 30
Sejak kecil aku tumbuh menyaksikan ibuku sendiri tidak terlalu peduli dengan penampilan. Apalagi skincare. Dalam mindset Umi (ibu) skincare adalah sama dengan bedak dan lipstik. Padahal dua hal itu adalah hal yang sama sekali berbeda. Yang satu ke utara, satunya lagi ke selatan. -__-
Skincare adalah rangkaian perawatan untuk menjaga kesehatan kulit, sedangkan bedak dan lipstik adalah dua contoh produk make up (alat untuk mempercantik penampilan), bukan untuk merawatnya.
Maka hingga di usia menjelang 30 dan beranak dua ini, sama seperti umi, aku tidak terlalu peduli dengan penampilan. Mungkin beberapa alasan yang memperkuat kebiasaan tak peduli penampilan adalah;
1. Hemat
2. Ribet (ternyata rangkaian perawatan itu lumayan ribet, terutama buat pemula).
3. Malas
Ya. Malas.
Setelah berusaha melek dunia per-skincare-an. Ternyata dunia perawatan kulit itu tidak melulu beli-lalu pakai asal saja; tapi juga harus konsisten.
Contohnya saja rangkaian perawatan buat pemula. Salah satu hal yang wajib dipakai untuk pemakai skincare pemula adalah rajin memakai sunscreeen atau tabir surya.
Setelah rutin memakai tabir surya sebelum memulai aktivitas pagi, dan rajin re-apply atau memakai ulang kembali setiap lima jam (atau saat aktivitas di luar ruangan), kita bisa naik ke kebiasaan selanjutnya yaitu rutin memakai moistureizer cream mulai dari day cream lalu night cream. Nah di sinilah konsistensi dan tingkat ketelatenan pemakai skincare mulai diuji. Seberapa konsistenkah memakainya?
Lalu setelah rajin memakai sunscreeen, day cream dan night cream, selanjutnya adalah rangkaian exfoliasi atau membersihkan kulit mati. Nah ribet banget kan wkwkwkwk.
Exfoliasi ini juga tidak boleh terlalu sering dilakukan, karena akan mempertipis lapisan kulit terluar jika dilakukan terlalu sering. Maksimal seminggu tiga kali. Atau seminggu sekali saja sudah cukup. Lumayan hemat biaya!
Jadi buat pemakai skincare pemula sepertiku, rangkaian skincare yang wajib kamu lakukan dulu adalah cobalah dengan memakai 1 produk sunscreen dulu. Minimal sunscreeen dengan SPF 30 (ada yang bilang karena kita tinggal di negara tropis, jadi dianjurkan untuk memakai yang SPF-nya 50). Pokoknya coba dulu selama 3 bulan untuk konsisten memakai sunscreeen di wajah sebelum memulai aktivitas pagi.
Setelah konsisten dengan sunscreeen, barulah kita boleh 'naik kelas' dengan mengoleksi produk wajib lainnya seperti day cream, night cream dan produk exfoliasi.
Kenapa kita harus belajar memakai skincare secara bertahap?
Tentu saja untuk menghindari impulsive buying atau membeli yang tak perlu. Keadaan kulit setiap individu berbeda jadi perlu dilatih dengan kebiasaan memilih produk sesuai kebutuhan kulit masing-masing. Sampah yang disumbang dari botol/wadah bekas skincare cukup besar, maka dari itu mari kita kurangi jumlah sampah skincare dengan menambah wawasan tentang apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh kulit kita.
Semangat buat mengglowing bersama, ya, bestie!
Selama belajar konsisten memakai sunscreeen sepanjang 2022 ini, aku baru pakai beberapa produk sunscreen SPF 30 mulai dari Wardah, Emina, dan yang sedang kupakai sekarang sunscreeen 50 SPF L'oreal Paris, sesuai rekomendasi pemakaian sunscreeen di negara tropis.