Rabu, 15 Maret 2023

Mbak Is, Orang dengan Produktivitas Paling Tinggi di Rumah Kami

 Namanya Mbak Is. Usianya mungkin sekitar 40an akhir atau 50an awal. Beliau adalah ART di rumah kami. Mbak Is tinggal tak jauh dari rumah tinggal kami dengan kakaknya yang bernama mbak Tur. Jika mbak Is adalah asisten rumah tangga, mbak Tur adalah asisten di toko. Keduanya adalah sosok pekerja keras dan disiplin di bidang mereka masing-masing.


Jika aku sudah menikah selama lima tahun, maka kira-kira aku sudah menikmati hidangan buatan mbak Is selama 3 tahun lebih atau 2700 kali makan. Masakan mbak Is gak ada obatnya! Semuanya lezat dan gak bisa didebat. Aku orang yang ga bakal bisa rewel sama masakan mbak Is pokoknya. Berkat mbak Is pula skill masakku tidak ada peningkatan. Aku hanya menguasai beberapa menu sederhana dan berkat pandemi selama dua tahun, tahu cara membuat adonan roti. Tapi selebihnya, karena tidak pernah masak, skill memasakku yaaa... begitu-begitu saja. Kreatifitas memasak hanya muncul saat anak benar-benar tidak mau makan.


Jam kerja mbak Is sangat panjang dan padat. Mbak Is datang ke rumah kami sebelum pukul enam pagi. Beliau selalu memulai aktivitas pagi dengan menanak nasi. Ajaibnya, nasi buatan mbak Is hingga sore jarang sekali bau atau berubah warna. Dia tahu cara menghitung jumlah kebutuhan nasi harian berdasarkan jumlah orang di rumah. Jadi, nasi selalu baru dan tidak pernah kurang. Dengan tangan ajaib mbak Is, aku selalu makan masakan baru dan hangat. Jika ada nasi sisa pun, selalu bermanfaat karena dijemur dan ternyata bisa dijual untuk pakan bebek (asli aku baru tahu soal ini dari mbak Is!! Kalo ada nasi sisa, dijemur dulu sampe kering lalu dijual ya gaesss!)


Mbak Is tidak hanya mengerjakan 1 pekerjaan dalam 1 waktu. Saat menanak nasi, beliau juga memasukkan seluruh pakaian kotor ke mesin cuci, dilanjutkan menyapu halaman (yang cukup luas!), menyirami tanaman (yang cukup banyak). Selain itu, kadang dia juga menyiapkan sarapan untuk semua orang!


Tidak cukup sampai di situ, mbak Is begitu kuatnya mengerjakan semua itu tanpa sarapan terlebih dahulu. Dia terbiasa sarapan pada pukul sembilan pagi. Sesaat sebelum mandi. Saat aku kerepotan dengan kedua anakku, dia juga ringan tangan membantu tanpa ba bi bu...


Dan yang membuatku heran.... Mbak Is terlihat bahagia melakukan semua itu. Dia adalah generasi yang beruntung karena merasa tidak perlu mengenal gadget. Setelah kuamati dengan lebih serius, satu-satunya productivity booster mbak Is adalah karena beliau sama sekali tidak memegang HP!


Jadi dibalik semua pekerjaanmu yang tertunda, ada waktu "haram" yang terlalu banyak kau gunakan untuk berselancar di HP/internet. Makjleb!

Terima kasih telah mengingatkanku, mbak Is😭

Senin, 12 September 2022

Menjadi Ibu yang Lebih Bahagia

 Hai, bu, apa kabarmu hari ini? Sudahkah kau memaafkan dirimu hari ini? Sudahkah kau meluangkan waktu barang 30 menit saja hari ini khusus untuk dirimu saja? Apakah hari ini kamu sudah bilang "I love you" ke pasangan dan anak? Bagaimana caramu mengakhiri hari yang overwhelming? Hmmmmh



Ternyata menjadi ibu masih sangat sulit meski dengan banyak sekali bantuan. Aku tidak membayangkan berada di posisi perempuan yang tak memiliki satu pun sumber bantuan selama mengasuh anak-anaknya.


Ada seorang ibu yang kelelahan bekerja sambil mengasuh anaknya yang masih berusia di bawah 1 tahun, dengan suami yang juga bekerja. Karena latar belakang kepercayaan keluarga suaminya, ibu itu tak leluasa membuat keputusan yang sangat penting menyangkut anaknya sendiri. Perkara vaksin.


Terakhir kali bertemu dengannya, aku hanya bertukar sapa seperti biasa dan ternyata obrolan kami meruncing ke arah vaksinasi anak. Bahkan anaknya hanya menerima vaksinasi sekali saja yaitu sesaat setelah anak itu lahir di RS. 


Saat kutanya kenapa tidak vaksin, kan gratis (Vaksinasi dasar dari Pemerintah)? Katanya tak ada satupun di keluarga suaminya yang membolehkan vaksin (doktrin agama), mereka mengkhawatirkan bahan-bahan yang terkandung di dalam vaksin. Maka anak itu tak menerima satupun vaksinasi dasar selain vaksin pertama di RS saat lahir dulu. Padahal, ibunya sangat ingin anaknya divaksin......

Ya. Mungkin akan ada yg komentar, "Kalau aku jadi dia, aku pastikan anakku divaksin. Bodo amat keluarganya bilang vaksin haram, kek. Blablabla."


Aku pun sebenarnya akan komen begitu. Ternyata....

Dia lebih memilih untuk tidak vaksin demi mempertahankan hubungan baik dengan suami dan keluarganya.


Begitulah. Tidak setiap perempuan beruntung berada di posisi ideal...

Ini udah ekonomi pas-pasan. Keluarganya jg antivak. What the heck....


Apakah dia bahagia dengan pernikahannya? Saya tidak tahu, Bu. mungkin dia bahagia karena berhasil membangun sebuah keluarga yang harmonis. Mungkin dia juga merasa bersalah karena tidak bisa mengutarakan pendapatnya sendiri atau merasa bersalah karena tidak bisa memperjuangkan apa yang terbaik untuk anaknya.


Who knows? Siapa yg tahu?

Yang jelas, perempuan yang bahagia tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan orang-orang yang disayanginya, dengan cara apapun dia akan mengupayakan apa yang terbaik untuk tujuannya.


Aku mengamati dua malaikat kecilku yang sedang tertidur pulas malam ini. Semoga aku bisa mengupayakan yang terbaik selalu untuk mereka..

Untuk semua perempuan terutama para ibu yang sedang berjuang hidup dan mati untuk orang-orang yang disayanginya... Semoga Allah selalu melindungi kita, para perempuan hebat! Aamiin!

Minggu, 11 September 2022

Melek Skincare di Usia Menjelang 30

Sejak kecil aku tumbuh menyaksikan ibuku sendiri tidak terlalu peduli dengan penampilan. Apalagi skincare. Dalam mindset Umi (ibu) skincare adalah sama dengan bedak dan lipstik. Padahal dua hal itu adalah hal yang sama sekali berbeda. Yang satu ke utara, satunya lagi ke selatan. -__-


Skincare adalah rangkaian perawatan untuk menjaga kesehatan kulit, sedangkan bedak dan lipstik adalah dua contoh produk make up (alat untuk mempercantik penampilan), bukan untuk merawatnya.



Maka hingga di usia menjelang 30 dan beranak dua ini, sama seperti umi, aku tidak terlalu peduli dengan penampilan. Mungkin beberapa alasan yang memperkuat kebiasaan tak peduli penampilan adalah;


1. Hemat

2. Ribet (ternyata rangkaian perawatan itu lumayan ribet, terutama buat pemula).

3. Malas


Ya. Malas.

Setelah berusaha melek dunia per-skincare-an. Ternyata dunia perawatan kulit itu tidak melulu beli-lalu pakai asal saja; tapi juga harus konsisten.

Contohnya saja rangkaian perawatan buat pemula. Salah satu hal yang wajib dipakai untuk pemakai skincare pemula adalah rajin memakai sunscreeen atau tabir surya.


Setelah rutin memakai tabir surya sebelum memulai aktivitas pagi, dan rajin re-apply atau memakai ulang kembali setiap lima jam (atau saat aktivitas di luar ruangan), kita bisa naik ke kebiasaan selanjutnya yaitu rutin memakai moistureizer cream mulai dari day cream lalu night cream. Nah di sinilah konsistensi dan tingkat ketelatenan pemakai skincare mulai diuji. Seberapa konsistenkah memakainya?

Lalu setelah rajin memakai sunscreeen, day cream dan night cream, selanjutnya adalah rangkaian exfoliasi atau membersihkan kulit mati. Nah ribet banget kan wkwkwkwk.


Exfoliasi ini juga tidak boleh terlalu sering dilakukan, karena akan mempertipis lapisan kulit terluar jika dilakukan terlalu sering. Maksimal seminggu tiga kali. Atau seminggu sekali saja sudah cukup. Lumayan hemat biaya!


Jadi buat pemakai skincare pemula sepertiku, rangkaian skincare yang wajib kamu lakukan dulu adalah cobalah dengan memakai 1 produk sunscreen dulu. Minimal sunscreeen dengan SPF 30 (ada yang bilang karena kita tinggal di negara tropis, jadi dianjurkan untuk memakai yang SPF-nya 50). Pokoknya coba dulu selama 3 bulan untuk konsisten memakai sunscreeen di wajah sebelum memulai aktivitas pagi.


Setelah konsisten dengan sunscreeen, barulah kita boleh 'naik kelas' dengan mengoleksi produk wajib lainnya seperti day cream, night cream dan produk exfoliasi.


Kenapa kita harus belajar memakai skincare secara bertahap? 


Tentu saja untuk menghindari impulsive buying atau membeli yang tak perlu. Keadaan kulit setiap individu berbeda jadi perlu dilatih dengan kebiasaan memilih produk sesuai kebutuhan kulit masing-masing. Sampah yang disumbang dari botol/wadah bekas skincare cukup besar, maka dari itu mari kita kurangi jumlah sampah skincare dengan menambah wawasan tentang apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh kulit kita.


Semangat buat mengglowing bersama, ya, bestie!



Selama belajar konsisten memakai sunscreeen sepanjang 2022 ini, aku baru pakai beberapa produk sunscreen SPF 30 mulai dari Wardah, Emina, dan yang sedang kupakai sekarang sunscreeen 50 SPF L'oreal Paris, sesuai rekomendasi pemakaian sunscreeen di negara tropis.

Kamis, 08 September 2022

Pilih yang mana; Membaca Novel dalam negeri atau luar?

Kapan terakhir kali kamu membaca buku? Buku apa yang kamu baca? Apakah kamu tipe pembaca aktif atau pasif/hanya membaca sekedarnya? Jenis buku fiksi atau non-fiksi apa yang sering kamu baca? 

Aku tak sengaja mempunyai hobi membaca. Awalnya aku hanya penasaran dan ingin menghabiskan waktu luang saja. Karena banyak sekali buku yang bisa kubaca di rumah. Abah bahkan dulu pelanggan setia Gramedia. Setiap setahun tiga kali bahkan kami mendapat bonus buku terjemahan oke dari Gramedia yang dikirim langsung ke rumah. 

Setelah bisa lancar membaca, tentu saja aku semakin aktif mencari buku yang bisa kubaca, karena ternyata semakin kita membaca, semakin penasaran lah kita dibuatnya. Ilmu pengetahuan dan bacaan adalah dahaga bagi manusia yang takkan ada habisnya. Semakin kita membaca, justru kita semakin merasa tak tahu apa-apa. Hobi membacaku dimulai sejak aku berusia delapan tahun. 

Buku pertama yang paling berkesan dan terus kuingat hingga saat ini adalah Totto Chan; karangan Tetsuko Kuroyanagi. Lalu buku-buku karangan Torey Hayden. The Devil wears Prada. Buku psikologi Dale Carnegie, novel-novel karya Dan Brown hingga novel dalam negeri Karangan Tere Liye, Asma Nadia, Tasaro Gk, dan tentu saja Andrea Hirata. 



 Mode Naik Turun 
 Karena sebagian besar buku yang kubaca adalah terjemahan luar negeri, tentu ada sensasi naik turun kebudayaan saat sedang membaca buku dalam negeri. Contohnya; setelah membaca novel terbaru Tere Liye Janji, aku lalu membaca ulang novel berjudul Oliver's Story karya Erich Segal. 

Meski novel karya Erich diterbitkan hampir 50 tahun yang lalu, tapi isinya terasa jauh lebih kaya dibandingkan novel terbitan tahun 2021 karangan Tere Liye. (Maaf ya bang Tere, jujur kan gak dosa wkwkwk) Berlatar di New York City tahun 70an, Erich Segal berhasil membawa pembaca pada dinamika kehidupan seorang pengacara di New York city yang sibuk. 

Sejak menyandang status sebagai duda cerai mati 18 belas bulan yang lalu, Oliver didiagnosa sakit jiwa oleh mantan mertuanya, Philip Cavilleri. Dia masih belum bisa melupakan sosok Jenny Cavilleri yang meninggal akibat kanker. Oliver pun pergi menemui dokter jiwa, seorang psikiater yang cukup cuek tapi mampu menggali permasalahan yang sedang dihadapinya. Lalu untuk mengalihkan kesedihan di sore hari, Oliver mulai rutin berlari di Central park hingga dia bertemu sosok cantik yang misterius bernama Marcie Nash. 

Cara bercerita Erich Segal yang sederhana dan mengalir, menggambarkan kehidupan glamor Marcie Nash, seorang CEO muda yang ditipu habis-habisan oleh mantan suaminya. 

Tahun 70an sudah terdapat banyak cafe di NYC. Ini salah satu bukti konkrit bahwa New York sudah jauh lebih maju di tahun itu. Perempuan muda mampu dan bisa mengelola kekayaan yang diwariskan kepadanya menjadi perusahaan yang jauh lebih kuat. 

Berbeda dengan novel Janji Tere Liye yang terbit di tahun 2021, novel Janji terkesan sangat membosankan dibandingkan Oliver's Story milik Erich Segal yang sangat segar dan realistis. Tere Liye masih memakai cangkok bercerita novelis Sumatra pada umumnya yang suka mendayu-dayu dan berpola naratif atau deskripsi terlalu panjang. 

Tapi itulah sisi mengasyikkan dari membaca, kebudayaan dari tiap latar belakang cerita sangat berbeda satu sama lain, yang membuat para penulis memiliki sudut pandangnya masing-masing dalam bercerita.

Novel dalam negeri atau luar negeri akan memperkaya perbendaharaan kata bagi semua yang membacanya. Buku apapun yang sedang kamu baca, bersyukurlah masih banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk menuliskan peradaban yang terjadi dengan sangat cepat 20 tahun terakhir ini.

Jadi apakah kamu jadi tertarik baca novel setelah membaca ini? Aku bersyukur meski sudah mempunyai dua anak, aku masih meluangkan waktu untuk menggeluti hobi membacaku yang semakin lama semakin menggila saja. Buku apalagi yaa yang bisa kubaca? Rekom dong!

Sabtu, 10 April 2021

Suami: Teman Hidup "Setara" untuk Istri

 Waktu remaja, aku tak pernah membayangkan jika ikatan cinta bernama pernikahan itu butuh restu semesta. Gak bisa dipaksakan (misal dipaksakan, pasti endingnya gak enak). Aku hobi memaksakan kehendak, yang akhirnya sering menyakiti diriku sendiri (wkwkwk sukurin!).

Beruntungnya aku di pertengahan usia 20-an ku, tepatnya di usia 24 tahun 6 bulan empat tahun lalu, aku dipertemukan jodohku. Finally!! 



Saat itu proses move on-ku dari kisah percintaanku yang selalu kusut hampir selesai. Lelaki bermata tajam itu terlihat kikuk di kursinya. Tapi setelah aku tiba-tiba bertanya tentang hal-hal out of the box tentang cerita masa lalu di pesantren dulu, di luar dugaanku dia mulai bercerita panjang lebar, yaang membuat proses perkenalan kami semakin "mulus", seperti masuk jalan tol. Prosesnya yang cepat, lancar dan membahagiakan membuat kami tak merasakan galau pra-nikah. Agak sembrono memang. Tapi, namanya Johan, ya. Ga ada yang tahu. (Johan: Jodoh dari tuHan)

Sejak awal menikah, aku selalu menekankan betapa pentingnya komunikasi yang pro aktif di antara kita. Paling anti kode-kode-an. Selama bisa diomongin, ya ngomonglah yang baik. Apalagi keluarga besar yang tinggal berdekatan, membuat kita berdua harus lebih piawai dalam menjaga hati banyak orang.

Teman Hidup, Setara, tak selalu se-Iya, tapi se-Rasa

Experience is the best teacher. It works for me. Finding a great husband is like building your dream home. You work on it.

3 tahun dan  dua anak: kerja keras dan kerja ikhlas. Makasih ya, sayang, udah jadi suami dan ayah yang baik. I knew you'll make a good husband and father. Meskipun aral melintang, tetep gandeng mesra tanganku, yo, ojo ragu-ragu. Mantep terus pokoke persis kayak waktu kamu lantang meminangku dulu.

Maaf kalo aku sering ngajak debat. Aku cuma mau nemuin your true colour. Kalo ga pake debat, ga keliatan aslinya. Biar kemampuanmu berargumentasi juga meningkat tajam. Ternyata sukses, to. HIHIHI. 

Terimakasih untuk selalu menjadikanku teman setara untuk berdiskusi, bertengkar, merajuk, momong anak, dan dalam banyak hal yang akan kita hadapi di masa depan nanti. Aku tahu di luar sana masih banyak suami yang menyepelekan istrinya sendiri, tanpa tahu manfaat memuliakan istrinya dengan menjadikannya teman SETARA.

Tetep jadi versi terbaik dirimu, ya, My partner in life. XOXO

Selasa, 23 Februari 2021

Sejuta Mimpi Umi

Siapa sangka jika tahun 2021 ini aku sudah punya dua buntut sekaligus, yang akan selalu ngintil di belakangku? Nggak nanggung-nanggung, dua sekaligus: putri pertamaku berusia 30 bulan per Februari ini, dan putraku baru berusia empat bulan. Wowww :) 

Bahkan tiga tahun lalu (2017) pun aku masih belum kepikiran punya anak, karena calon suami pun belum nemu. Tidak, bahkan walaupun menikah dan punya anak masuk dalam lima besar impian teratasku, tapi aku tidak menyangka bahwa aku akan menghadapinya di usia 20-an ku. Benar-benar satu kejutan besar di episode kehidupan usia 20-an ku yang sangat "nano-nano".

But Life goes on and on, aku selaku pemeran utama kisah bernama kehidupanku sendiri, akan menghadapinya dengan berbagai konsekuensi dari keputusan-keputusan teledor masa laluku. Menjadi ibu selama 30 bulan terakhir mengajarkanku untuk tidak diam saja menghadapi keadaan. Menjadi ibu berarti harus bergerak, ibu harus bekerja, ibu harus berkarya dan mempunyai mimpi-mimpi supaya tidak "mati" dalam artian yang sesungguhnya.

Trigger bernama KMO

Akhir tahun 2020 menjadi tonggak penting dalam sejarah hidupku. Berkat ajakan umi (ibuku), aku mengikuti sebuah komunitas menulis bernama KMO (Komunitas Menulis Online) yang didirikan oleh Kak Tendi Murti. Setelah mengikuti proses sarapan kata selama 30 hari terakhir, akhirnya aku menuliskan 10.000 kata pertamaku yang akan menjadi buku solo perdanaku. Di tengah rempongnya mengasuh dua bayi sekaligus ternyata aku berhasil menulis. Apalagi dengan suasana Pandemi dan Bencana dimana-mana, aku sangat bersyukur menemukan kegiatan positif ini. Banyak pikiran buruk yang berhasil kusingkirkan jauh-jauh karena aku benar-benar terfokus ke satu kegiatan menulis ini.

Pagiku selalu lebih berwarna dari pagi-pagi sebelumnya. Aku masih kelelahan setiap bangun pagi (Maklum, busui/Ibu menyusui masih bangun tiga-lima kali dalam semalam untuk menyusui bayik), tetapi aku lebih bersemangat karena harus bersiap upload tulisan ke Facebook KMO dan akun Instagram ku.

Ketika program sarapan kata KMO club berakhir minggu lalu, ternyata aku benar-benar kehilangan suasana pagi alarm jam enam, tanda bahwa aku harus mengupload tugas. Ah, rindu. Terima kasih KMO, telah menyuburkan semangat menulis dalam diriku yang hampir kulupakan setelah aku menjadi seorang umi (ibu).

Menghidupkan Mimpi-mimpi

"Ca, apa mimpimu?" tanya abah padaku setahun yang lalu. Bahkan saat usiaku sudah menginjak 25 tahun lebih, aku masih gelagapan untuk menjawabnya. Aku punya banyak sekali mimpi, yang akhirnya kukubur hidup-hidup sejak kutinggalkan bangku kuliah beberapa tahun yang lalu.

Namun bara api bernama mimpi masih meletup-letup dengan baik di dada. Aku masih memilikinya. Aku memang sudah jadi emak-emak, tapi aku masih punya mimpi yang harus kuwujudkan, demi kebahagiaanku sendiri.

Doakan umimu ini ya anak-anakku. Semoga kalian selalu bersabar mengiringi umi dalam mewujudkan cita-cita. :)

Dengan dukungan penuh dari suami tercinta dan orang tuaku, Bismillah, untuk menjadi sebaik-baik Insan.


Lirik lagu untuk suami tercinta:

Hidupkan lagi mimpi-mimpi (cinta-cinta)
Cita-cita (cinta-cinta)
Yang lama kupendam sendiri
Berdua 'ku bisa percaya
'Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara miliaran manusia
Dan 'ku bisa dengan radarku menemukanmu
_Perahu Kertas_


 

Sabtu, 13 Februari 2021

Ibu Tanpa Dukungan

Setelah jadi ibu, ada satu hal penting yang kupelajari yaitu tahu cara meminta tolong saat benar-benar membutuhkan. Karena aku tidak akan sanggup berjuang sendirian. It says, it takes a village to raise a child. Jadi daripada aku berpayah-payah sendirian, aku berusaha semaksimal mungkin melibatkan suamiku dalam pengasuhan anak, termasuk dalam urusan ganti popok dan memandikan bayi. Karena aku dan suami hanya tinggal sendiri di rantau tanpa bantuan Asisten Rumah Tangga.
Jika mengingat proses ta’aruf sebelum menikah dengan suami dulu, aku memantapkan diri untuk menikah dengannya karena dari sorot matanya yang terlihat selalu sedih, ada suatu sorot kelembutan yang membuatku yakin bahwa dia akan menjadi sosok suami dan ayah yang baik untuk anak-anakku. Waktu pun membuktikan itu. Suamiku bahkan berani mendampingiku selama berjuang melahirkan. Padahal aku mengalami ketuban pecah dini, dan selama persalinan terus menerus mengeluarkan darah. Butuh mental baja untuk berani mendampingi proses persalinan yang “seperti” itu.
Aku makin memercayakan urusan pengasuhan kepadanya. Jika seorang ibu tidak melibatkan suaminya dalam pengasuhan anak sejak dini, maka dia akan semakin sulit melakukan ikatan dengan anak karena tidak pernah diberi kesempatan.
Pagi ini seorang teman dari grup chat supermom 2018 mengirimkan chat berupa curhatan tentang suaminya yang tidak mau tau tentang urusan pengasuhan anak sama sekali.
“Mak, aku pengen suamiku juga ikut bantu urus bayi dikit-dikit. Tapi tiap kusuruh bikini sufor selalu menolak. Ada aja alasannya. Aku di titik ogah minta tolong ke suamiku lagi,” I feel you, mak. Aku sepertinya pernah di posisi ini. Tapi aku berhasil mengajak suamiku untuk lebih peduli.
“Aku juga sebentar lagi berangkat kerja, mak. Sedangkan ART belum dapat juga sampai detik ini. Ada saran kah, harus cari ART khusus mengasuh bayi dimana? Kebetulan ibuku masih bekerja, jadi tidak bisa dimintai tolong mengasuh cucunya.”
Melihat keadaan ibu satu ini, jujur, di hati yang paling dalam, aku bersyukur karena mempunyai suami yang sangat suportif. Dia selalu mendukungku dalam banyak hal, termasuk urusan eksistensi diri, seperti membolehkanku untuk tetap aktif berorganisasi walaupun sudah menikah. Aku yakin jika berada di posisi ibu itu pasti sudah uring-uringan tak karuan. Sudah harus kerja, eh, suami gak mau tahu urusan anaknya sama sekali. Lalu apa gunanya menikah dan punya suami?

Perempuan hanya punya 3 tugas kodrati, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui. Selebihnya adalah tugas-tugas kehidupan yang sama seperti laki-laki.
Artinya, masak dan mengurus rumah, mendidik anak, itu bukan tugas kodrati perempuan. Tidak ada kodrat yang melekat di situ. Itu adalah tugas bersama, laki-laki dan perempuan.
(Dari postingan facebook Dr. Hasanudin Abdurrahman, 8 Maret 2018)

Aku sangat setuju dengan status facebook ini. Betapa berat tugas pengasuhan anak jika hanya dibebankan kepada perempuan. Padahal menurut kitab suci Al-qur’an, sosok pendidik terbaik justru hadir dari kaum laki-laki, yaitu Nabi Ibrahim dan Imran, ayahanda Maryam, ibunda Nabi Isa.
Hari ini grup whatsapp supermom ramai karena curhatan ibu satu ini. Ada yang menyemangati, memberi solusi, bahkan ada yang ikut curcol, curhat colongan.
“Suamiku juga begitu, mak. Sebel banget deh liat dia main game mulu. Padahal aku kerepotan urus anak,” balas seseorang di grup.
“Suamiku cukup membantu, mak. Kecuali ganti popok. Masih ogah sampe sekarang,”
“Ayo mak, ajak suami terus sampe mau terlibat dalam pengasuhan anak,” seseorang lagi menyemangati teman yang suaminya belum mau terlibat, agar berusaha lebih keras untuk mengajak suaminya.
Sungguh, aku saksi hidup pernikahan orang tuaku, betapa kelanggengan dan kebahagiaan pernikahan mereka setelah punya anak ditentukan oleh ketersalingan dan pengertian yang mendalam tentang berbagi peran, tidak membebankan tugas pengasuhan hanya kepada salah satu pihak saja.
Sering kali karena salah satu pihak memilih untuk memendam perasaan saat kerepotan mengurus anak, biasanya pihak istri, akan menjadi bom waktu yang akan meledak suatu saat nanti. Bisa 3-5 tahun kemudian, bahkan saat anak-anaknya sudah dewasa kelak. Saat anak tiba-tiba berulah dan memiliki masalah pelik, dan seorang suami menyalahkan istrinya akan keadaan tersebut, masalah ini dapat menyebabkan konflik yang lebih besar.
Pola komunikasi yang baik selama menjadi suami istri berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga setelah punya anak, agar tidak terucap kata-kata seperti ini, “kamu sih, enak. Selama ini gak mau tahu urusan anak. Saat anak bermasalah, justru menyalahkanku. Lalu kemana saja kamu selama ini, sebagai seorang bapak?”